Strategi Pembelajaran Sistem Mentoring (Mentoring System) dalam Usaha Membangun Karakter Remaja di Sekolah Menengah Atas - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Selasa, 14 April 2015

Strategi Pembelajaran Sistem Mentoring (Mentoring System) dalam Usaha Membangun Karakter Remaja di Sekolah Menengah Atas

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan salah satu fase perkembangan bagi individu diantara fase-fase lain yang dijalaninya dalam rentang kehidupan. Pada masa remaja individu mengalami pertumbuhan fisik yang cukup pesat karena ditunjang dengan faktor hormonal yang terdapat dalam tubuh. Selain pertumbuhan fisik remaja juga mengalami perkembangan dan kematangan diri yang siap untuk diberdayakan secara optimal. Pemberdayaan potensi remaja tentunya memerlukan pendidik yang terampil dan dukungan penuh dari lingkungannya. Adapun potensi tersebut tercermin dari beberapa wujud, seperti bakat, minat, intelegensi, dan kemampuan lainnya.

Badan Kesehatan Dunia menyebutkan, seperlima dari penduduk di dunia adalah remaja, dengan 900 juta penduduk remaja berada di negara yang sedang berkembang dengan 20 persennya berada di Indonesia. “Jumlah remaja di Indonesia adalah sekitar 35,8 persen dari jumlah populasi penduduk di Indonesia,” ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Badriul Hegar SpA (K). (http://ibuprita.suatuhari.com)

Berdasarkan data di atas, ternyata di Indonesia secara kuantitatif jumlah remaja hampir mencapai separuh dari jumlah populasi penduduk. Tentunya hal ini bisa menjadi aset yang sangat berharga untuk diberdayakan, terkait potensi yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. Pemberdayan potensi remaja ini harus menjadi perhatian utama berbagai pihak, baik orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua diharapkan sebagai pendidik yang pertama dan utama diharapkan mampu sebagai fasilitator dan melakukan fungsi kontrol terhadap prilaku anak, karena waktu anak lebih banyak berada di rumah. Begitu pun sekolah diharapkan menjadi wadah akademik bagi siswa dalam pengembangan dirinya. Sekolah harus menjadi motivator dan mewujudkan iklim pendidikan yang dinamis dan kompetitif sehingga mampu menggali kreatifitas dan potensi anak. Lembaga masyarakat memiliki peranan yang cukup penting dalam menunjang perkembangan remaja. Masyarakat yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan akan berusaha melakukan fungsinya sebagai lembaga kontrol dan penunjang terhadap perkembangan remaja yang ada di sekitarnya.

Figur teladan merupakan kebutuhan khusus remaja. Hal ini terbukti, remaja cenderung bertindak dan berprilaku sesuai dengan sosok figur anutannya. Terjadinya kontroversi dan perbenturan kepentingan guru di sekolah akan berdampak pada persepsi remaja terhadap figur guru di sekolah. Guru seharusnya bisa menjadi sosok teladan bagi semua siswanya baik dari segi penampilan, perkataaan, sikap, maupun penguasaan konsep ilmu pendidikan yang dimilikinya. 

Namun yang perlu diperhatikan remaja juga merupakan pribadi yang labil dan memiliki kecenderungan-kecenderungan negatif. Secara psikologis sebenarnya hal ini terjadi karena ketidaktercapaian tugas perkembangan sebelumnya, sehingga remaja belum siap dengan kondisi yang baru. Ketidaksiapan akan berimplikasi pada prilaku remaja, berupa timbulnya kebosanan dalam belajar dan mencari sensasi lain di luar dirinya. Dorongan yang timbul pada diri remaja yang berkembang sangat kuat dan itu akan menjadi hal yang merugikan jika tidak dirahkan dengan baik.

Hal ini dipicu dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi begitu pesat yang dapat menimbulkan pengaruh positif dan negatif pada tataran perkembangan remaja. Teknologi telah melewati ruang dan waktu, sehingga akses pun tidak terbatas. Lingkungan yang kurang mendukung akan merangsang remaja untuk melakukan hal-hal di luar batas nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. 

Tidak bisa dipungkiri, salah satu hasil teknologi informasi, berupa situs porno telah mempengaruhi tingkat perilaku seks bebas remaja di Indonesia mulai dari tingkat SMP hingga SMA. Mengacu pada data Kementerian Kominfo, 4.500 siswa SMP mengakses situs porno, sedangkan 97,2 persen siswa SMU diperkirakan pernah mengakses situs-situs tersebut. Kemudian menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, sekitar 62,1 persen siswa mengaku pernah melakukan hubungan seks dan 21,2 persen pernah melakukan aborsi. (http://iloglasses.wordpress.com)

Hal ini tentunya menjadi perhatian kita bersama untuk melakukan analisis penanggulangan dampaknya ke depan. Prilaku pornografi yang semakin marak karena kemajuan teknologi ini tentunya akan merusak tatanan manusia Indonesia, terutama generasi muda yang akan melanjutkan dan mewarisi generasi yang ada sekarang. Jika kita mengambil tindakan melarang anak untuk mengakses informasi dari internet sama dengan memasung anak untuk berkembang. Tindakan ini akan merugikan pada diri anak, maupun orang yang ada disekitarnya. Namun jika yang diharapkan pembelajaran di sekolah yang menanggulanginya tentu tidak efektif sama sekali. Dari data tersebut semakin jelas bahwa sentuhan pembelajaran yang dilakukan selama ini di sekolah masih belum optimal dan mencapai hasil yang diharapkan.

Jika ditinjau dari pembelajaran guru secara klasikal di sekolah belum efektif sama sekali untuk menanggulangi hal ini. Dalam pembelajaran klasikal guru menghadapi puluhan siswa, yang cenderung memiliki masalah yang berbeda-beda dengan suatu pendekatan dan metode yang sama. Materi pelajaran dan bimbingan moral yang disajikan oleh guru hanya tinggal di dalam kelas setelah pelajaran berakhir. Siswa akan pulang tanpa aplikasi langsung di lingkungan rumah dan masyarakatnya karena tidak ada evaluasi yang terstandardisasi oleh pihak sekolah.

Sementara itu orintasi nilai dan penguasaan materi masih menjadi aspek prioritas oleh sebagian besar guru dalam menentukan tingkat kecerdasan siswa. Siswa dituntut untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan konsep abstrak. Pembelajaran disekolah formal mengacu pada tuntutan kurikulum yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini membuat guru sebagai tenaga pendidik akan berusaha maksimal agar materi tuntutan kurikulum tersampaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun ada hal yang dikesampingkan, yaitu pembangunan mental, jiwa dan karakter yang tangguh dari peserta didik itu sendiri.

Peranan guru agama di sekolah menjadi tonggak penunjang pendidikan karakter di samping guru-guru mata pelajaran lainnya. Peran tersebut meliputi sebagai promotor, katalistor, fasilitator dan pengonsep utama pendidikan karakter. Banyak program kegiatan keagamaan diadakan di sekolah, namun masih banyak kita temukan masalah yang berupa karakter tidak terpuji berupa kenakalan ramaja dan degradasi moral yang terjadi. Disnilah letak permasalahan intinya, evaluasi sikap dari setiap kegiatan pembelajaran tidak dilakukan dengan terstruktur dan terprogram. Dengan demikian out put sasaran tidak tercapai dengan maksimal. 

Mentoring pada mulanya merupakan pembinaan pendidikan agama Islam dengan berbentuk kelompok kecil, yang anggota kelompoknya terdiri dari 3-10 orang. Setiap kelompok dibimbing oleh seseorang yang disebut mentor. Kegiatannya diadakan sekali seminggu berupa pengajian ilmu agama Islam dan dikenal juga dengan Sistem Dakwah Langsung (SDL).

Metode dengan menggunakan sistem mentoring akhir-akhir ini telah dimodifikasi menjadi sebuah sarana pembelajaran yang efektif. Karena dalam kelompok kecil seorang pembimbing (mentor) akan lebih terfokus pada individu yang berada dalam kelompok tersebut. Begitupun dengan individu atau anak didiknya, mereka merasa lebih bisa terbuka dalam membicarakan masalah-masalah yang mereka alami dalam belajar. Selain itu dalam pelaksanaan mentoring ini tidak membutuhkan dana yang banyak dan lebih mengedepankan prinsip kesadaran dan tanggung jawab sosial seorang mentor.
Efektifitas dan efisiensi strategi pembelajaran mentoring dalam meningkatkan prilaku dan moral remaja maka penulis mengangkat tulisan yang di beri judul Strategi Pembelajaran Sistem Mentoring (Mentoring System) dalam Usaha Membangun Karakter Remaja di Sekolah Menengah Atas.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan sistem mentoring dalam usaha membangun karakter  remaja di Sekolah Menengah Atas.
2. Bagaimana teknik pelaksanaan mentoring pada remaja di Sekolah Menengah Atas
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari sistem mentoring sebagai solusi kreatif pendidikan karakter bagi remaja di Sekolah Menengah Atas.

C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan antara lain:
1. Memberikan penjelasan dan menganalisis relevansi pembelajaran dengan sistem mentoring.
2. Menguraikan lebih lanjut meknisme dan teknik pelaksanaan mentoring bagi siswa Sekolah Menengah Atas.
3. Mengamati implementasi mentoring dalam membangun karakter remaja di Sekolah Menengah Atas.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Melatih kemampuan membaca dan menulis serta menganalisis permaslahan dengan menggunakan kaidah ilmiah. 
b. Mengetahui lebih dalam tentang hubungan pembelajaran dengan menggunakan sistem mentoring terhadap pembentukan karakter siswa menengah atas.
2. Bagi Programer Pendidikan
a. Menjadi bahan pertimbangan dalam hal implementasi dari pelaksanaan pendidikan di sekolah menengaah  atas.
b. Sebagai masukan dan penjelasan mengenai efektifitas penerapan pembelajaran dengan sistem mentoring dalam pembangunan karakter siswa menengah atas.
3. Bagi Pihak Sekolah
a. Lebih mempertimbangkan pembangunan karakter dalam setiap pembelajaran yang dilakukan.
b. Mempersiapkan para guru untuk menjadi mentor bagi siswa dalam usaha pembangunan karakter dengan pembelajaran berbasis mentoring.
c. Mengembangkan model mentoring dalam strategi pembelajaran di SMA.

TELAAH PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran Model Mentoring
Pada awalnya strategi merupakan suatu kata yang digunakan untuk memenangkan suatu pertandingan atau pertempuran di bidang militer. Belakangan konsep strategi banyak digunakan oleh orang diberbagai bidang, seperti ekonomi, politik, hubungan internasional, dan di bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan kita mengenal yang namanya strategi pembelajaran. Tenaga pendidik dan kependidikan berusaha merumuskan strategi-strategi yang dapat menunjang proses pembelajaran.

Wina Sanjaya (2010:126) dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, mengemukakan “strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Strategi merupakan suatu konsep yang dirancang dengan pertimbangan yang matang untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Sementra itu Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Dengan demikian dapat disimpulkan strategi pembelajaran merupakan suatu pemikiran komprehensif dan sistematis yang dilakukan  dalam merencanakan langkah-langkah pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Suatu strategi pembelajaran tidak akan pernah berhasil tanpa adanya kerja sama yang efektif dari komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran, terutama antara guru dan siswa.

Idealnya strategi pembelajaran memilki prinsip-prinsip antara lain, berorintasi pada tujuan, aktivitas, individualitas dan integritas (Wina Sanjaya, 2010:131-133). Setiap pembelajaran yang dilakukan terlebih dahulu diketahui tujuan yang ingin dicapai, mengharapkan keaktifan siswa, menghargai prinsip keunikan individu dan bersatu dalam keunikan untuk meraih kesuksesan belajar.

Mentoring merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran yang mampu mengembangkan empat prinsip umum dari strategi pembelajaran di atas. Strategi dalam mentoring berorientasi pada peserta ditinjau dari aspek perkembangannya. Model pembelajran dengan sistem mentoring mengedepankan aspek moral dan pendekatan persuasif serta komunikasi multi arah. Sehingga hal ini dapat menumbuhkan semangat kebersamaan dan toleransi sosial yang tinggi.

Dilihat dari definisinya mentoring merupakan pembinaan dalam bentuk kelompok kecil yag dilaksanakan secara rutin setiap pekan berkesinambungan. Setiap kelompok terdiri dari 3-10 orang yang dikelola oleh seoranng pembina yang disebut mentor (www.wikipedia.org.). Biasanya yang menjadi mentor adalah orang-orang yang telah memiliki pengalaman dan lebih tua dari segi umur. Interaksi yang terjadi dalam kelompok berupa diskusi tentang hal-hal yang menambah wawasan spritual dan pendekatan emosional.  

Mentoring dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah biasa. Hal ini dilakukan agar situasinya tidak terlalu formal dan membuat interaksi yang terjadi lebih terbuka, baik antara pembina dengan peserta maupun sesama peserta. Siswa yang hadir dalam mentoring bisa lebih mengintegrasikan pembelajaran yang didapatnya di sekolah dengan dunia luarnya.

Dalam mentoring terdapat proses belajar dan mengajar. Idealnya kegiatan mentorig tidak hanya fokus kepada bagaimana orang memberi nasehat tatapi juga bagaimana orang mendengarkan nasehat. Dengan begitu akan tercipta suasana saling belajar yang akan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Dari sinilah seseorang yang tadinya belum tahu sama sekali menjadi paham, bahkan tidak tertutup kemungkinan menjadi ahli di bidangnya (Wida, 2009:32).

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini tidak pula tertutup kemungkinan seorang peserta mentoring lebih banyak tahu dari pada mentor atau pembimbingnya. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari mentoring itu sendiri, mentor berperan sebagai fasilitator kelompok untuk mengembangkan proses transfer ilmu (transfer of knowladge) dan transfer nilai (tansfer of value). Transfer disini bukan dalam artian pembimbing sebagai yang mentransfer tetapi terjadinya proses saling membelajarkan.

Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran dengan Sistem Mentoring
1. Kelebihan
a. Penanaman nilai-nilai agama dan moral dapat dilakukan lebih intensif.
b. Perhatian yang diberikan oleh mentor lebih terasa karena berada dalam kelompok kecil.
c. Siswa bisa menceritakan permaslahan yang dihadapinya dan meminta penyelesaian secara bersama.
d. Sentuhan yang diberikan adalah sentuhan emosional, sehingga menjalin kedekatan antar anggota dan mentor dalam kelompok.
e. Evaluasi dapat dilakukan secara rutin oleh mentor dan itu mempermudah mentor mengetahui kondisi pesertanya.
f. Siswa merasa lebih dihargai karena diberi kesempatan dan kepercayaan untuk memecahkan masalah temannya.
g. Melatih jiwa kepemimpinan dan kepekaan sosial.

2. Kekurangan
a. Menemukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan mentoring kelompok.
b. Dibutuhkan keahlian komunikasi persuasif seorang mentor dalam melakukan pembelajran.
c. Siswa yang aktif cenderung mendominasi diskusi dan menarik perhatian mentor.
d. Dibutuhkan komitmen penuh baik bagi seorang mentor maupun peserta dalam memperthankan kelompoknya.

B. Model Pendidikan Untuk Membangun Karakter Remaja
Pendidikan karakter sebenarnya merupakan tujuan utama yang menjadi patokan bagi semua pihak yang berkecimpung baik langsung atau pun tidak langsung di dunia pendidikan. Hal ini terbukti tidaklah berhasil dikatakan suatu proses pendidikan jika tidak terjadi perubahan prilaku yang berujung pada penanaman nilai luhur berupa akhlak yang mulia yang disebut oleh sejumlah kalangan dengan karakter. Urgensi pembentukan karakter dalam pendidikan tidak terlepas dari tujuan instruksional pendidikan itu sendiri.

Alfred Jhon (2010) dalam bukunya Membangun Karakter Tangguh, mengemukan “karakter merupakan kekayaan terbesar dalam hidup seseorang. Karakter adalah kekuatan, kekuatan yang dapat membentengi diri kita dari segala macam godaan yang mendorong pada tingkah laku tidak terpuji”. Lebih lanjut Jhon menjelaskan akar karakter dapat dilacak dari kata latin kharakter, kharassein dan kharax, yang maknanya “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa prancis caractere pada abad XIV dan kemudian masuk dalam Bahasa Inggris menjadi character, yang selanjutnya dalam Bahasa Indonesia disebut karakter. Seiring dengan pengertian di atas dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter itu adalah ciri hidup yang dianugrahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada manusia sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Karakter merupakan potensi bawaan yang belum jadi dan membutuhkan pemberdayaan dari lingkungan sekitarnya. Dalam perkembangannya karakter akan mengalami kecenderungan-kecenderungan positif maupun negatif dan bahkan fluktuatif tergantung dimana dan kondisi bagaimana seorang individu itu berada. 

Untuk membangun dan memberdayakan karakter individu membutuhkan suatu model pendidikan yang holistik dan sensitif terhadap perkembangan individu tersebut. Seorang anak tidak bisa untuk dipaksakan dengan kehendak orang dewasa dan orang dewasa pun tidak akan mungkin mengikuti setiap apa yang diinginkan oleh anak. Pola seperti ini secara tidak kita sadari terus tumbuh dalam jalur pendidikan kita, baik itu jalur informal, formal maupun pada jalur nonformal.

Hal ini tidak jarang menimbulkan berbagai permasalahan dalam proses dan hasil pencapaian pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Meskipun ada suatu permasalahan tersebut tidak kelihatan secara nyata, namun secara perlahan akan memberikan pengaruh pada perkembangan kepribadian dan watak yang dimiliki anak. Bahkan secara tidak sadar model pendidikan yang diterapkan selama ini membunuh karakter unggul yang ada pada sosok individu. 

Konsep pendidikan karakter sudah menjadi pembicaraan pada tataran akademisi dan pemerhati pendidikan. Sangat di sadari pendidikan selama ini yang diselenggarakan hanya berorientasi pada perkembangan kognitif saja dan mengabaikan aspek-aspek kepribadian. Maka dalam hal ini harus diterapkan pola baru yang disebut dengan pendidikan karakter. Menurut T. Ramli (2003), “pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik.”

Pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan karakter itu merupakan penyelenggraan pendidikan yang menyeimbangkan aspek kecerdasan dalam diri anak dan mengantarkan individu menuju kodrat yang sebenarnya, yaitu makhluk individu-sosio-religius. Pendidikan karakter dilaksanakan secara sadar dan bertanggung jawab dan menjadi tanggung jawab bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Aplikasi pendidikan karater ini bagi remaja masih abstrak. Banyak orang yang berkutat dengan teori tanpa mengetahui substansi dari pendidikan karakter tersebut. Remaja merupakan sosok individu yang penuh dengan segala keunikan yang ada pada dirinya. Mereka butuh bimbinaan, pedoman dan figur yang bisa mengarahkannya ke arah yang lebih baik. Di sisi lain mereka juga butuh kepercayaan dan diberi tanggung jawab untuk menjadi manusia yang dihargai eksistensinya. Dengan demikian pendidikan karakter bagi remaja perlu diterapkan dengan mengemas sajiannya semenarik mungkin berupa model yang tidak menakutkan tatapi menambah semangat dan memancing kecerdasan-kecerdasan lain dalam dirinya yang butuh pengembangan.

METODE PENULISAN
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan karya tulis ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ada dalam fenomena yang dilihat.

Metode deskriptif digunakan karena dapat membantu mengungkap tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk menggambarkan tentang strategi pembelajaran dengan sistem mentoring dalam usaha membangun karakter siswa SMA.

B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer berdasarkan pengalaman penulis sewaktu SMA dengan mengamati dan berpartisipasi langsung dalam kegiatan mentoring di sekolah, data skunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku dan karya tulis lainnya yang merupakan hasil pemikiran orang lain. Data-data tersebut masih berhubungan dengan teori tentang pembelajaran dengan sistem mentoring dalam usaha membangun karakter siswa SMA.

C. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Pada bab pendahuluan dipaparkan secara umum gambaran tentang masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam pembelajaran. Masalah tersebut meliputi beberapa aspek dan berpengaruh pada degradasi moral. Selanjutnya diakhiri dengan tujuan penulisan, yaitu mencari solusi alternatif dari masalah tersebut berupa penerapan pembelajaran sistem mentoring dengan pola pembentukan karakter yang dikaji dari perspektif ilmu pendidikan.
2. Telaah pustaka
Merupakan landasan teori yang telah ada dan menganalisis relevansinya dengan permasalahan yang diteliti dari beberapa referensi.
3. Metode penulisan
Merupakan uraian tentang metode yang digunakan dalam menyusun kraya tulis ini sehingga dapat disusun secara sistematis.
4. Pembahasan 
Bagian ini merupakan inti dari penulisan, karena disini akan dikaitkan teori yang ada dengan topik permaslahan dan dianalisis secara sistematis. Dari proses ini akan menghasilkan gambaran solusi alternatif yang ditawarkan dari permaslahan.
5. Penutup
Merupakan bagian akhir yang memuat secara terperinci berupa kesimpulan dari rangkaian proses penulisan dan hasil yang diperoleh. Selain itu pada bagian ini penulis akan memberikan saran kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. 

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Strategi Pembelajaran Mentoring Dalam Usaha Membangun Karakter Remaja SMA.
Membangun karakter remaja tidaklah semudah yang dibayangkan dan dapat dilihat hasilnya dalam waktu dekat. Usaha ini membutuhkan suatu analisis strategis dan perencanaan yang matang agar tujuan yang diharapkan bisa tercapai secara optimal. Selain itu banyak sapek-aspek yang harus diperhatikan dalam membangun karakter remaja, karena remaja merupakan bagian dari komunitas institusi sosial kemasyarakatan. Sebagai bagian yang integral dari masyarakat remaja akan menerima dan memberi pengaruh pada lingkungan sosialnya dan secara tidak langsung akan mengubah persepsi, paradigma dan pandangannya terhadap suatu peristiwa sosial.

Pembelajaran dengan sistem mentoring merupakan salah satu strategi yang bisa ditawarkan disamping strategi-strategi lainnya. Menurut Eric Parsloe, The Oxford School of Coaching & Mentoring "Mentoring is a powerful personal development and empowerment tool. It is an effective way of helping people to progress in their careers and is becoming increasing popular as its potential is realised. It is a partnership between two people (mentor and mentee) normally working in a similar field or sharing similar experiences. It is a helpful relationship based upon mutual trust and respect".(http://www.mentorset.org.uk)

Mentoring merupakan pengembangan pribadi yang kuat dan alat pemberdayaan. Ini adalah cara yang efektif untuk membantu orang untuk kemajuan dalam karir mereka dan menjadi semakin populer sebagai potensi direalisasikan. Ini adalah kerjasama antara dua orang (mentor dan mentee) biasanya bekerja di bidang yang sama atau berbagi pengalaman yang serupa. Ini adalah hubungan yang bermanfaat berdasarkan saling percaya dan menghormati.

Hal ini terkait dengan upaya yang dapat dilakukan dengan menyusun strategi pembelajaran mentoring. Dalam mentoring remaja diberi kesempatan untuk mengatur dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Mentor bertindak sebagai motivator untuk menimbulkan semangat dan percaya diri yang tinggi pada siswa. Remaja diberi kesempatan penuh untuk menjadikan dirinya sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa melanggar batasan nilai dan norma agama dan  masyarakat.

 Salah satu aspek yang sangat menonjol dalam mentoring adalah hubungan antara mentor dan peserta (mente) terjalin sangat kuat. Peserta tidak merasa kaku dalam pembelajaran dan mentor pun membuka kesempatan kepada mente untuk memberikan masukan, kritikan dan saran terhadap efektifitas suatu pembelajran dalam kelompok. Dengan kedektan seperti demikian pesan-pesan pendidikan pun dapat tersampaikan dalam pembelajaran mentoring dengan baik.

Remaja SMA yang ikut mentoring akan merasa dihargai dan merasa dibutuhkan dalam kelompoknya. Sehingga hal ini semakin menumbuhkan rasa tanggung jawab dan solidaritas sosial yang dimulai dalam suatu kelompok kecil. Aktualisasi diri seperti ini tidak terasa ketika berada dalam pembelajaran klasikal yang terdiri dari sekitar empat puluhan siswa. Timbulnya kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab pada diri siswa, dengan sendirinya mereka akan ragu untuk berbuat hal-hal yang menyimpang dan dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada dirinya. Setiap permasalahan dan kesulitan yang dialaminya akan segera dipecahkan dalam kelompok dengan tuntas tanpa dibocorkan pada orang di luar kelompok yang merupakan komitmen awal ketika mentoring.  

Selain hal itu, penanaman nilai-nilai agama secara intensif dilakukan akan merubah tata cara, sikap dan prilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari. Memang pada awalnya berkemungkinan mereka takut melakukan penyimpangan karena malu dilihat oleh salah seorang anggota kelompoknya. Namun secara bertahap dengan prinsip kontinuitas hal itu akan bertahan, tetapi dilandasi dengan penuh kesadaran yang tinggi. 

B. Mekanisme Pelaksanaan Mentoring di Sekolah Menengah Atas
1. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Mentoring di Sekolah
Nugroho Widiyantoro (dalam Zeda 2009:35) mengemukakan ada beberapa tahapan pelaksanaan mentoring di sekolah, yaitu:
a. Tahap pembentukan
b. Tahap pertumbuhan
c. Tahap pematangan
d. Tahap perluasan
Pada tahap pembentukan dilakukan perekrutan sebagai peserta (mente) oleh guru yang diberi tanggung jawab oleh sekolah. Pada tahap ini lebih diprioritaskan pada kelas yang paling tinggi, yaitu kelas XII. Masing-masing siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok mentoring satu kelompok berkisar antara 3-10 orang. Jumlah ini  tergantung pada jumlah guru dan murid. Dalam satu kelompok tidak dicampur antara laki-laki dan perempuan. Untuk mentoring laki-laki mentornya juga guru laki-laki, begitu pun sebaliknya. Setelah itu masing-masing kelompok mentoring membuat kesepakatan jadwal dengan mentor untuk pertemuan rutin mereka selanjutnya. 

Pada tahap pertumbuhan siswa kelas XII yang telah mengikuti mentoring selama lebih kurang enam bulan, atas izin mentornya dibolehkan untuk membentuk kelompok baru yang terdiri dari siswa kelas X dan XI yang akan dibinanya sendiri. Biasanya dalam pemberian izin seorang mentor akan mempertimbangkan hal-hal yang bersangkutan dengan pemahaman, komunikasi dan ilmu yang dimiliki oleh kelas XII tersebut. Dalam kelompok yang baru terbentuk siswa kelas XII tidak boleh mencampur antara kelas X dengan kelas XI dalam satu kelompok. Secara otomatis kelas XII yang membentuk kelompok, akan mendapat dua peran, yaitu sebagai pembina dan peserta. Sehingga transfer ilmu dan nilai dapat berjalan dengan lancar.

Tahap pematangan semua siswa telah mengikuti mentoring, siswa kelas XII dibimbing langsung oleh guru, sedangkan kelas X dan XI dibimbing oleh kakak senior mereka,  kelas XII. Tahap ini mengacu pada kematangan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa yang telah mengikuti mentoring. Intensitas dan kontinuitas mentoring juga menjadi sorotan utama pengelola mentoring di sekoalah. Sementara itu siswa mulai dibimbing secara langsung sehingga tejadi perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta. Rasa saling menghormati dan menghargai sehingga suasana sekolah berjalan dengan kondusif dan tawuran antar pelajar dalam seolah itu pun dapat dibendung.

Tahap perluasan berarti mengembangkan mentoring dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau pun sekolah lain yang belum terjaring mentoring. Masing-masing siswa akan beruasaha agar pembelajaran seperti ini timbul dalam segala aspek kehidupan, karena dengan sendirinya iklim pendidikan akan berjalaan di masyaraat karena adanya prinsip saling mengingatkan dan memotivasi dalam berbuat hal yang positif.

2. Materi Dalam Mentoring
a. Penanaman nilai-nilai moral dan agama 
Aspek moral dan agama menjadi dasar utama dalam pembelajaran dengan sistem mentoring. Pendekatan yang digunakan dalam mentoring adalah pendekatan yang mengacu kepada soft skill yang dimiliki oleh remaja. Soft skill disini berupa pengembangan kecerdasan spritual dan emosional. Diharapkan siswa mampu mengaplikasikan pemahaman agamanya dengan bidang keilmuan yang digelutinya secara benar dan terarah sesuai dengan aturan yang sesungguhnya. Pada akhirnya siswa yang tamat dari sekolah tersebut menjadi seorang intelektual religius dan memiliki karakter tangguh dalam kesehariannya.

b. Evaluasi pelajaran kelas dan kendala yang dihadapi
Dalam mentoring, sistem pembelajarannya berupa diskusi langsung dan melibatkan banyak arah. Mentor memberi kesempatan kepada mente yang ada dikelompoknya untuk melakukan curah pendapat tentang permasalahan yang dihadapinya pada pembelajaran di sekolah. Setelah itu masalah tersebut akan ditanggapi secara bersama, baik dari mentor maupun dari teman-teman yang berada dalam satu kelompok. Selain itu mentor juga memiliki hak untuk melakukan evaluasi terbuka terhadap kemampuan dan prestasi siswanya dalam belajar. Evaluasi ini tentunya tidak mengedepankan formalitas dan pemberian hukuman, namun lebih menitikberatkan pada gambaran kondisi peserta untuk dapat ditindaklanjuti oleh mentor dalam peningkatan prestasi siswa yang ada di kelompoknya.

c. Mendiskusikan masalah-masalah kontemporer
Salah satu langkah yang dilakukan untuk melatih nalar, analisis dan sensitivitas siswa  dalam mentoring adalah dengan mendiskusikan permasalahan kontemporer yang terjadi. Mentor memberikan penjelasan-penjelasan kepada peserta secara global tentang suatu permasalahan dan menuntut masing-masing idividu untuk menggunakan daya pikir yang dimilikinya untuk menemukan solusi yang kreatif. Manfaat yang dapat dipetik, selain kemampuan berpikir dan mningkatkan senstivitas terhadap masalah sosial, juga dapat merangsang rasa ingin tahu siswa dengan masalah yang dihadapi dan berusaha mencari referensi keilmuan berupa buku-buku dengan bacaan yang banyak. Sehingga akan terbentuk generasi muda berwawasan global.

d. Memberikan informasi kegiatan dan perlombaan
Kegiatan lomba yang diadakan membawa dampak yang positif pada peserta didik terutama remaja. Salah satunya adalah dapat menimbulkan semangat dan motif berprestasi yang tinggi untuk meraih sukses dengan menjadi seorang juara. Anak yang terbisa ikut dalam lomba-lomba yang diadakan akan memilki wawasan pengalaman dan keilmuan yang tinggi, meskipun tidak selalu memenangkan perlombaan yang dilaksanakan. Hal ini juga menjadi fokus mentoring untuk merangsang kecerdasan siswa dengan saling berbagi informasi tentang perlombaan-perlombaan yang diadakan serta memberi kesempatan siswa untuk bersaing secara sehat. 

C. Implementasi Model Pembelajaran Mentoring dalam Meningkatkan Karakter Remaja
Sistem pembelajaran dengan strategi mentoring sudah selayaknya untuk diadopsi dalam dunia pendidikan, terutama dalam meningkatkan karakter anak sebagai peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan filosofis pendidikan yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang berbudi pekerti luhur dan memiliki akhlak yang mulia. Mentoring merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mengedepankan aspek kepribadian. Karena dalam konsep mentoring seorang individu jika kepribadiannya bersih maka otaknya akan jernih menerima semua bentuk pesan pendidikan yang disampaikan. Sedangkan aspek kepribadian merupakan hal pokok yang tidak bisa dilupakan dalam membangun karakter yang utuh.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).

Lebih lanjut dapat dianalisis, yang dimaksud  dengan karakter tersebut adalah keseluruhan atau totalitas dari suatu proses psikologis dan sosio-kultural yang terjadi pada diri individu. Hal ini dapat dikelompokkkan menjadi:
1. Olah Hati (Spritual and Emotional Development)
Individu yang berkarakter merupakan individu yang paham dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang terdapat pada agamanya. Hal ini dapat tercermin dari ketaatan dan kepatuhan serta pengendalian emosi yang ada pada dirinya, sehingga membuat orang yang berada disekelilingnya merasa aman dan bahkan terasa dihormati hak-hakya sebagai manusia.
2. Olah Pikir (Intellectual Development)
Selalu berusaha mengembangkan potensi otaknya untuk melakukan suatu penemuan-penemuan baru untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Individu yang berkarakter tidak akan mau mngotori pikirannya dengan hal-hal yang menjurus kepada kepuasan sesaat, karena ia memiliki nalar yang tinggi dan fungsi kontrol hati yang berjalan dengan baik.
3. Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinestetic Development)
Kesehatan nonfisik tidak akan bisa terekspos secara maksimal jika tidak diimbagi oleh kesehatan fisik. Faktor fisik sangat menentukan karena hal ini erat kaitannya dengan penampilan serta wibawa yang dipancarkan oleh individu tersebut. Fisik yang sehat juga merupakan cerminan karakter tangguh seorang individu.
4. Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development)
Pendidikan karakter salah satu tujuan utamanya mengasah ketajaman dan kecerdasan sosial. Individu yang berkarakter tidak akan senang melihat terjadinya ketimpangan sosial yang terjadi di lingkungan dimana ia berdomisili. Kepekaan perasaannya sangat tajam maksudnya  tidak hanya sekedar ikut merasa sakit, namun berusaha membawa orang lain untuk keluar dari beban yang dideritanya.

Dalam sistem pembelajaran mentoring empat aspek yang dikemukakan di atas akan berkembang dengan baik. Penempatan individu pada suatu kelompok kecil dan langsung dibimbing oleh mentor yang berpengalaman akan merangsang setiap individu untuk berkembang. Jangkauan seorang pembimbing tidak terlalu luas untuk memperhatikan kelompok yang dibimbingnya, sehingga ia bisa fokus pada pemecahan masalah yang terjadi pada kelompoknya. Peserta dapat mengembangkan dan mengolah hati, pikiran, fisik, dan kepekaan terhadap lingkungannya dengan saling mendukung antara satu dengan lainnya.

Suatu kelompok mentoring yang terdiri dari kumpulan manusia yang berdiskusi akan memperlihatkan kedinamisan dan perkembangan. Hal ini sesuai dengan hakekat individu yang selalu ingin berkembang dan menemukan hal-hal yang baru dalam hidupnya. Tentunya dalam perkembangan ini mereka membutuhkan suatu kontrol sosial, baik berupa peraturan tertulis maupun berupa perhatian nyata dilapangan. Disini peran yang akan diambil oleh mentoring sebagai lembaga kontrol dan wadah pengembangan individu. Dinamika yang terjadi pada kelompok mentoring merupakan cerminan dari perubahan yang terjadi pada individu yang ada didalamnya, sehingga mereka yang ada dalam kelompok saling membelajarkan dan penyesuaian. Sehingga indivdu tidak gamang jika berada dalam dinamika masyarakat yang lebih luas karena mereka telah terbiasa dan belajar dalam kelompok yang lebih kecil. 

Implementasi dari pembelajaran dengan sistem mentoring ini bagi prilaku dan karakter  remaja di Sekolah Menengah Atas, dapat dikemukakan dengan ciri sebagai berikut:
1. Memiliki kayakinan yang kuat dan menerapkan nilai-nilai agamanya
Remaja akan melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran yang ada pada agamanya dengan benar dan memiliki pemahaman yang mendalam dengan nilai-nilai agama yang dianutnya.
2. Jujur 
Siswa akan bersikap jujur pada diri sendiri dan kepada orang lain dan berusaha menghindari perbuatan yang menyimpang.
3. Menghargai dan menghormati orang lain
Mentoring mengajarkan bahwa masing-masing individu tidak sama, sehingga hal ini menimbulkan kesadaran untuk menghargai dan menghormati orang lain yang ada di sekitarnya.
4. Mampu berkompetisi secara sehat
Kalah dan menang dalam kompetisi yang diikuti akan diterima oleh individu sebagai bahan evaluasi dirinya untuk semakin memperbaiki diri di masa yang akan datang.
5. Memiliki kecerdasan dan semangat dalam belajar
Faktor kecerdasan akan terangsang dengan baik melalui proses interaksi dalam mentoring dengan cara melatih dalam usaha memecahkan masalah yang terjadi. Selain itu motivasi dalam belajar juga semakin meningkat dengan adanya dorongan dari lingkungan kelompoknya.
6. Peka tehadap lingkungan
Perubahan dan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar menjadi aspek perhatian remaja. Wujud kepekaan remaja dapat berupa sumbangsih yang diberikannya, baik berupa pemikiran, waktu, tenaga atau pun materi kepada lingkungannya. 
7. Mampu bekerja sama
Hubungan yang dibangun dalam kelompok atas dasar persaudaraan dan kerja sama. Hal ini akan berimplikasi pada prilaku individu di lingkungan luar berupa komitmen penuh terhadap tanggung jawab yang diembankan kepadanya.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penulisan yang telah penulis lakukan dari pendahuluan sampai pada pembahasan, maka dapat disimpulkan:
1. Strategi pembelajaran dengan sistem mentoring sangat relevan diterapkan dalam usaha mrembangun karakter remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA).
2. Adapun mekanisme pelaksanaan mentoring di SMA melalui tahapan sebagi berikut:
a. Tahap pembentukan
b. Tahap pertumbuhan
c. Tahap pematangan
d. Tahap perluasan.
3. Implementasi pembelajaran dengan menggunakan strategi mentoring bagi peningkatan karakter remaja di Sekolah Menengah Atas adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kayakinan yang kuat dan menerapkan nilai-nilai agamanya
b. Jujur 
c. Menghargai dan menghormati orang lain
d. Mampu berkompetisi secara sehat
e. Memiliki kecerdasan dan semangat dalam belajar
f. Peka tehadap lingkungan
g. Mampu bekerja sama.

B. Saran
Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan hasil analisis serta kesimpulan yang diperoleh dari rangkaian penulisan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran mentoring belum diangkatkan di sekolah secara resmi, penulis mengajak pihak sekolah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mentoring, mengingat urgensi mentoring dalam peningkatan karakter siswa.
2. Kepada praktisi dan pemerhati pendidikan untuk dapat merumuskan pembelajaran dengan menggunakan strategi mentoring untuk mencapai tujuan instruksional pendidikan, yang salah satunya adalah membangun karakter anak didik.
3. Kepada para guru hendaknya penekanan dalam pembelajaran tidak hanya berorientasi pada nilia kognitif saja, tatapi juga memperhitungkan pengembangan kecerdasan spritual dan emosional anak dengan melakukan pendekatan emosional dengan strategi pembelajaran mentoring.

DAFTAR PUSTAKA

Alfred, John. 1995. Membangun Karakter Tangguh: Mempersiapakan Generasi
Anti Kecurangan. Surabaya: Portico Publishing.
Asri, Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta: Jakarta
Az-zahidah, Wida. 2009. Mentoring Fun: Panduan Asyik Mentoring di Sekolah.
             Surakarta: Afra Publishing. 
Indra, Djati Sidi. 2001. Menuju Masyarakat Belajar. Logos: Jakarta
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
              Pertama Jakarta.
Soenarya, Endang. 2000. Teori perencanaan pendidikan. Yogyakarta: Adi Cita
              Karya. 
Sumadi, Suryabrata. 2006. Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT Raja Grafindo 
               Persada.
Web-site:
Mentoring www.wikipedia.org (diakses tanggal 25 April 2011)
Penyimpangan prilaku seks remaja http://ibuprita.suatuhari.com/waspadai-perilaku-remaja-berisiko/ (diakses tanggal 27 April 2011)
Kenakalan remaja http://iloglasses.wordpress.com/2011/03/ (diakses tanggal 28 April 2011)
Mentoring sistem http://www.mentorset.org.uk/pages/mentoring.htm(diakses tanggal 28 April 2011)

Notes: Makalah dalam Seleksi Mawapres UNP 18-20 Mei 2011 dan memperoleh peringkat pertama,







2 komentar:

  1. terima kasih atas tulisannya yang membantu kami dalam mencari referensi tentang konsep mentoring

    BalasHapus