Resensi Tafsir Al Azhar Jilid I - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Selasa, 12 Februari 2019

Resensi Tafsir Al Azhar Jilid I


Tafsir Al Azhar merupakan salah satu karya fenomenal dari Buya Hamka. Tafsir ini terdiri dari 10 jilid, yang masing-masing jilidnya terdiri dari 3 juz Al Quran. Pada kesempatan ini saya ingin menceritakan kesan terhadap Tafsir Al Azhar Jilid 1, yang telah saya rampungkan membacanya. Konon kabarnya tafsir Al Azhar diselesaikan Buya Hamka ketika beliau mendekam di penjara Orde Lama. Inilah salah satu hikmah terbesar diberikan Allah kepada Buya Hamka akibat prilaku zalim penguasa.

Buya Hamka, pria kelahiran Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat ini memang legenda tiada akhir di dunia kepenulisan Indonesia. Beliau menulis bukan untuk dirinya, bukan untuk gaji tinggi, dan bukan pula agar supaya terkenal, melainkan untuk merangkai pesan dakwah Islam secara lebih menarik dan sesuai dengan kondisi zamannya. Sehingga melalui tangan beliau orang lebih mudah untuk memahami Islam, yang disajikan secara menarik dan ringan, mudah dicerna oleh masyarakat awam sekalipun.

Pada permulaan tafsir, Buya Hamka menjelaskan bahwa ada beberapa kaedah dalam menafsirkan Al Quran. Pertama, menafsirkan Quran dengan Quran. Artinya tafsir suatu ayat pada Quran terdapat pada ayat yang lain dalam Quran itu sendiri. Kedua, menafsirkan Quran dengan Hadits nabi. Ini hal yang lumrah dilakukan oleh para sahabat, karena sejatinya Hadits itu adalah memperinci atau memperjelas maksud yang terkandung dalam Quran. Ketiga, menfasirkan Quran dengan pendapat/ijma sahabat-sahabat nabi, ulama-ulama salaf, serta ulama-ulama kontemporer yang memiliki kecukupan ilmu dalam hal itu. Menafsirkan Al Quran dengan memperturutkan nafsu dan kepentingan dunia sangat dikutuk oleh Allah SWT.

Buya Hamka menguraikan tafsir Quran dengan cara ayat per ayat. Sehingga mudah dipahami oleh seluruh masyarakt Islam. Beliau menghubungkaitkan tafsir-tafsir terdahulu untuk mengambil kesimpulan, bukan artian membaut penafsiran yang baru, melainkan penjelasan yang lebih mudah dicerna. Selain itu, Buya Hamka dalam tafsirnya berusaha meminimalisir cerita-cerita Israiliyat atau kisah-kisah yang masih diragukan kebenarannya.

Menurut saya, tafsir Buya Hamka ini adalah tafsir akademik dan pergerakan. Akademik maksudnya, fakta-fakta yang beliau kemukakan memiliki rujukan yang lengkap. Fenomena alam dan dinamika sosial akhir-akhir ini bisa beliau padu-padankan dengan ayat-ayat Quran. Sehingga pernyataan bahwa Quran bisa menjawab setiap permasahalan hingga akhir zaman, bisa kita temukan di tafsir ini. Selanjutnya mengenai tafsir pergerakan, maksudnya, tafsir ini diinspirasi oleh dua tokoh yang cukup mempengaruhi logika berfikir Buya Hamka, yaitu Jamaluddin Al Afghani dan Syaikh Muhammad Abduh. Keduanya merupakan tokoh pergerakan Islam, yang giat mengobarkan semangat perjuangan menegakkan hukum Islam di muka bumi. Selain itu mereka sangat fokus mencuci kembali hati umat dari kepercayaan takhayul, khurafat, dan perdukunan. Inilah yang menjadi pendorong Buya Hamka menelurkan tafsir fenomenal ini.

Kelemahan umat Islam dewasa ini bukan karena kekurangan sumber daya alam, bukan pula kurang lengkapnya petunjuk yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Melainkan karena umat Islam terperangkap dalam kebodohan dan tertipu oleh dunia. Mereka merangkak dalam lubang kemalasan, ingin memperoleh hasil yang instan tanpa bekerja keras. Amat besar benci hatinya melihat saudara seimannya memperoleh kejayaan, sementara dia tidak peduli bangsa asing mengeruk hasil kekayaan negaranya. Pergolakan politik kekuasaan demi kepentingan kelompok, mengakibatkan umat Islam terpecah-pecah di seluruh dunia. Sehingga tanah Palestina yang dijarah oleh Israel bak singa lapar, tidak mampu mereka pertahankan.

Buya Hamka mengemukakan kegelisahan-kegelisahan seperti ini dalam tafsir Al Azhar. Beliau ingin marwah agama ini tegak berdiri kokoh, sehingga ghirah umat menyatu untuk membentuk peradaban di bawah ridho Ilahi.

Jika kita tilik lebih jauh, Tafsir Al Azhar Jilid 1 ini terdiri dari Surat Alfatihah, Al-Baqarah, dan sebagian surat Ali Imran. Alfatihah merupakan pembukaan, yang dengan kasih sayang Allah jualah alam ini dibuka. Segala sesuatu bergerak atas cinta dan izin Allah. Jika tidaklah karena cinta Allah yang besar itu kepada kita, sudah lama agaknya alam ini akan Dia tenggelamkan, saking beratnya memikul dosa manusia.

Surat Al-Baqarah sebagian besar berisi tentang Yahudi dan perangai mereka hingga akhir zaman. Anak cucu Nabi Ya'kub itu menamai diri mereka Bani Israil, yang telah mengalami sejarah panjang dan penuh pergolakan. Mereka mengaku pewaris tunggal agama nenek moyang umat manusia, yang jika ditelusuri nasabnya sampai ke Nabi Ibrahim. Bagaimana kisah mereka di zaman Nabi Musa dan sikap mereka terhadap nabi-nabi lain dari kalangan Bani Israil diceritakan dalam surat ini.

Sementara itu Surat Ali Imran sebagian besar bercerita tentang Nasrani. Ali Imran sendiri artinya keluarga Imran. Kelurganya Siti Maryam, ibunda dari Nabi Isa Alaihissalam. Bagaimana kaum Yahudi menolak kenabian Isa tertera di sini, bahkan dengan keji mereka menuduh bahwa Maryam telah berzinah. Juga diceritakan munculnya generasi baru yang salah paham hingga hari kiamat. Yaitu mereka menganggap bahwa Isa itu anak tuhan, dengan konsep trinitas yang mereka kembangkan. Namun yang pasti, agama Kristen lahir jauh setelah nabi Isa wafat (atau dinaikkan ke langit). Tidak ada satu ayat pun dalam Injil, Isa berkata bahwa "aku tuhan atau anak tuhan".

Menelisik tafsir Al Azhar ini menjadi energi bagi kita generasi muda Islam untuk sungguh-sungguh mendalami perihal agama kita. Dunia bukanlah tempat kita tinggal melainkan tempat kita meninggal. Maka layaklah kita bekerja keras menyiapkan bekal. Pemikiran kita akan terbuka lebar dan jalan itu semakin terang, jika kita selalu mendekatkan diri kepada kompas kehidupan, yaitu Al Quran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar