PELAYANAN FORSIS: RUMAH BESAR DAN TERBUKA - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Rabu, 10 Mei 2017

PELAYANAN FORSIS: RUMAH BESAR DAN TERBUKA

Dalam hidup, salah satu kegembiraan orang tua adalah ketika mendengar informasi bahwa anak mereka lulus di perguruan tinggi yang dicita-citakan. Membayangkan anak menjadi sarjana dengan toga di kepala merupakan impian indah dari ibu dan ayah. Namun sebenarnya, ketika anak lulus dengan mulus memasuki dunia kampus, itu merupakan fase awal penentuan untuk pencapaian kesuksesannya pada tahap kehidupan berikutnya. Orang tua tidak boleh terlena dulu dengan euphoria penerimaan tersebut. Mereka tidak boleh melupakan pertanyaan yang paling penting, yaitu: dimana anaknya akan tinggal dan lingkungan seperti apa yang akan membentuknya selama perkuliahan? Karena jika ini tidak terjawab dengan baik, bisa jadi kegembiraan akan sirna seketika dan berganti dengan airmata penyesalan.

Universitas Negeri Padang merupakan salah satu universitas favorit di Sumatera Barat dan menjadi bidikan sebagian besar siswa kelas 3 SMA/sederajat untuk menyambung cerita kehidupan mereka. Kampus yang terletak di jantung ibukota provinsi ini menerima ribuan mahasiswa baru setiap tahunnya. Mahasiswa baru tersebut tidak hanya berasal dari Kota Padang, tetapi juga berasal dari berbagai kabupaten/kota di Indonesia, bahkan dari tempat terpencil sekalipun. Dalam hal menyambut mahasiswa baru ini, kita fokuskan untuk melihat sejauh mana keberperanan salah satu organisasi kampus, Forum Studi Islam (Forsis), memberikan pelayanan.

Forsis membantu menjawab dua pertanyaan yang membimbangkan orang tua di atas, dengan program andalan mereka. Ketika mendekati pengumuman SNMPTN (dulu PMDK) dan ujian SBMPTN, biasanya pengurus Forsis sudah merampungkan program kerja mereka berkaitan dengan penyambutan mahasiswa baru. Setiap anggota Forsis dalam satu komando telah terlatih untuk memberikan layanan informasi, dan bimbingan di lapangan bagi calon mahasiswa yang akan mendaftar ulang di UNP. Selain itu mereka juga memfasilitasi pencarian tempat tinggal (wisma) yang betul-betul terjaga secara syari`at dan mematuhi norma-norma kemasyarakatan. Ruang lingkup kerja mereka adalah melayani dengan sepenuh hati mahasiswa yang diterima di berbagai jurusan di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNP. Mereka tersebar di setiap sudut kampus dalam membantu junior baru, terutama orang-orang yang satu kampung atau satu daerah dengan mereka, sehingga tidak terlalu asing untuk memulai suatu pembicaraan.

Masa-masa pendaftaran ulang mahasiswa baru biasanya adalah waktu pulang kampung bagi mahasiswa yang lama, karena mereka sudah selesai ujian semester. Tapi bagi pengurus Forsis, ini kesempatan emas mengoptimalkan pelayanan, dan mereka menahan diri untuk tidak pulang ke kampung halaman, demi menjalankan tugas yang mereka yakini membawa pundi-pundi kebaikan. Tiada hari tanpa menebar kebaikan, seolah-olah sudah menjadi motto hidup mereka. Mari sejenak kita bayangkan, melayani orang lain yang tidak dikenal, menyambut dengan senyuman bagi siapa saja yang datang ke posko Forsis, dan bersedia meluangkan waktu untuk mengantar adik-adik baru mereka ke biro administarsi fakultas dan BAAK, semua secara gratis. Pertanyaannya, mereka bekerja untuk siapa? Apa yang mereka dapatkan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab pada paragraf-paragraf berikutnya.

Pada saat pelayanan mahasiswa baru, biasanya anak didampingi oleh orang tua mereka. Terkadang ada orang tua yang pakai pakaian necis dengan rambut mengkilap di sapu gel minyak mahal, ada juga berpakaian biasa-biasa saja dengan pandangan lurus ke depan dengan senyum tidak terlepas di bibir mengingat anak diterima di UNP, bahkan ada orang tua dari negeri jauh yang hanya pakai sandal jepit sambil memegang map si anak di tangan kanan. Semua mereka mendapat tempat yang setara di depan pengurus Forsis. Pengurus dengan sigap memberikan pendampingan pada mahasiswa baru, terutama pada aspek yang berhubungan dengan pengisian data online. Posko mereka dilengkapi meja dan kursi dengan ketersediaan laptop-laptop pengurus di atas meja. Tidak jarang orang tua dan mahasiswa baru yang datang dari tempat yang jauh, menginap di rumah-rumah (wisma) Forsis, sekali lagi, gratis.

Seolah-olah uang, waktu, dan tenaga, tidak berharga bagi pengurus Forsis. Mereka mendedikasikan apa yang mereka miliki untuk memudahkan jalan orang lain. Penulis yakin, ini merupakan efek domino dari apa yang pernah mereka terima dari senior mereka, sewaktu mereka menjadi mahasiswa baru. Gambaran tentang kerasnya ibukota provinsi tanpa sanak keluarga dimana segalanya diukur dengan uang, luntur di tangan Forsis. Mereka mengulurkan tangan, membimbing adik-adiknya, di tengah bayang-bayang perpeloncoan di sisi lain kampus. Bahkan banyak orang tua merasa aneh dan tidak percaya dengan situasi seperti ini, sempat ada di antara mereka (orang tua) membandingkan pengabdian anggota Dewan Perwakilan Rakyat belum seberapa dibandingkan dengan kerja pengurus Forsis dalam melayani mahasiswa baru. Pengurus menanggapinya dengan tersenyum malu sambil menundukkan pandangan (takut riya`).

Sementara itu, tidak jarang pengurus Forsis sempat dicurigai oleh pihak kampus. Dianggap memiliki misi terselubung untuk mengkader orang-orang yang berpikiran sempit. Sehingga program layanan Forsis itu pernah juga disorot, ditegur, bahkan sempat dihentikan. Tetapi pengurus tidak berputus asa, mereka tetap melayani meski tanpa posko sekali pun. Akhir-akhir ini pihak kampus sudah mulai menyadari bahwa pengurus Forsis tidak bisa dihentikan dan mereka bukanlah penganut paham yang mereka tuduhkan tersebut. Hal ini seiring dengan mencuatnya beberapa nama pengurus Forsis yang berprestasi dan mengharumkan nama kampus, mereka bisa berargumentasi dengan megemukakan pemikiran Islam moderat, sehingga gambaran negatif terhadap Forsis sudah menipis.

Jika kita telusuri ke belakang, motif mereka untuk melakukan layanan tersebut tidak lain adalah terinspirasi oleh janji Allah dalam Q.S. Muhammad ayat 7, yang artinya, “Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan menegughkan kedudukanmu”. Ayat ini selalu dijadikan dasar tarbiyah pelayanan yang dijelaskan oleh mentor-mentor di Forsis. Menolong agama Allah adalah dengan cara berdakwah, dan salah satu langkah dakwah yang paling efektif adalah memberikan pelayanan yang tulus. Hati yang tulus akan menembus dinding kesombongan dan memantik alam kesadaran.

Pengurus Forsis menyadari bahwa dengan menolong orang lain sebenarnya telah membukakan jalan sukses untuk diri mereka sendiri. Tidak ada kebaikan yang luput dari catatan Malaikat Rakib dan begitu pula tidak ada keburukan yang terlepas dari catatan Malaikat Atid. Membuka pintu rumah selebar-lebarnya artinya mengulurkan tangan untuk menyemai kebaikan di dunia, yang kita akan menuainya di dunia dan akhirat. Hal ini merupakan pembuktian dari “da`wah bil hal” atau dakwah dengan perbuatan, yang selama ini sebagian kita memahami baru dari tataran teori. Dakwah dengan perbuatan artinya kita telah menjadi `model` untuk mengajak orang lain berbuat sesuatu yang baik, sehingga kebaikan itu akan tersebar merata di muka bumi dan berujung pada kesejahteraan.

Pengurus Forsis melayani dengan ikhlas karena Allah, dan setiap apa yang dikerjakan hanya untuk Allah, dengan tujuan tercapainya pesan-pesan dakwah kepada mahasiswa baru. Mereka tidak memperoleh apa-apa secara materi, tetapi sebenarnya mereka memperoleh lebih dari apa yang kita bayangkan. Mereka memperoleh kepuasan, perasaan lega karena telah mampu menelurkan suatu kebaikan. Beban mereka berkurang dengan membantu memikul beban orang lain. Ini tidak akan mampu dihitung dengan kalkulasi matematika dunia. Karena satu pelayanan yang didasari dengan keimanan dan ibadah kepada Allah, akan membuka seribu pintu-pintu kebaikan yang tidak pernah kita duga sama sekali dari mana datangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar