Dalam hidup, salah satu
kegembiraan orang tua adalah ketika mendengar informasi bahwa anak mereka lulus
di perguruan tinggi yang dicita-citakan. Membayangkan anak menjadi sarjana
dengan toga di kepala merupakan impian indah dari ibu dan ayah. Namun
sebenarnya, ketika anak lulus dengan mulus memasuki dunia kampus, itu merupakan
fase awal penentuan untuk pencapaian kesuksesannya pada tahap kehidupan
berikutnya. Orang tua tidak boleh terlena dulu dengan euphoria penerimaan
tersebut. Mereka tidak boleh melupakan pertanyaan yang paling penting, yaitu:
dimana anaknya akan tinggal dan lingkungan seperti apa yang akan membentuknya
selama perkuliahan? Karena jika ini tidak terjawab dengan baik, bisa jadi
kegembiraan akan sirna seketika dan berganti dengan airmata penyesalan.
Universitas Negeri
Padang merupakan salah satu universitas favorit di Sumatera Barat dan menjadi
bidikan sebagian besar siswa kelas 3 SMA/sederajat untuk menyambung cerita
kehidupan mereka. Kampus yang terletak di jantung ibukota provinsi ini menerima
ribuan mahasiswa baru setiap tahunnya. Mahasiswa baru tersebut tidak hanya
berasal dari Kota Padang, tetapi juga berasal dari berbagai kabupaten/kota di
Indonesia, bahkan dari tempat terpencil sekalipun. Dalam hal menyambut
mahasiswa baru ini, kita fokuskan untuk melihat sejauh mana keberperanan salah
satu organisasi kampus, Forum Studi Islam (Forsis), memberikan pelayanan.
Forsis membantu
menjawab dua pertanyaan yang membimbangkan orang tua di atas, dengan program
andalan mereka. Ketika mendekati pengumuman SNMPTN (dulu PMDK) dan ujian SBMPTN,
biasanya pengurus Forsis sudah merampungkan program kerja mereka berkaitan
dengan penyambutan mahasiswa baru. Setiap anggota Forsis dalam satu komando
telah terlatih untuk memberikan layanan informasi, dan bimbingan di lapangan
bagi calon mahasiswa yang akan mendaftar ulang di UNP. Selain itu mereka juga
memfasilitasi pencarian tempat tinggal (wisma) yang betul-betul terjaga secara
syari`at dan mematuhi norma-norma kemasyarakatan. Ruang lingkup kerja mereka
adalah melayani dengan sepenuh hati mahasiswa yang diterima di berbagai jurusan
di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNP. Mereka tersebar di setiap sudut kampus dalam
membantu junior baru, terutama orang-orang yang satu kampung atau satu daerah
dengan mereka, sehingga tidak terlalu asing untuk memulai suatu pembicaraan.
Masa-masa pendaftaran
ulang mahasiswa baru biasanya adalah waktu pulang kampung bagi mahasiswa yang
lama, karena mereka sudah selesai ujian semester. Tapi bagi pengurus Forsis,
ini kesempatan emas mengoptimalkan pelayanan, dan mereka menahan diri untuk tidak
pulang ke kampung halaman, demi menjalankan tugas yang mereka yakini membawa pundi-pundi
kebaikan. Tiada hari tanpa menebar kebaikan, seolah-olah sudah menjadi motto
hidup mereka. Mari sejenak kita bayangkan, melayani orang lain yang tidak
dikenal, menyambut dengan senyuman bagi siapa saja yang datang ke posko Forsis,
dan bersedia meluangkan waktu untuk mengantar adik-adik baru mereka ke biro
administarsi fakultas dan BAAK, semua secara gratis. Pertanyaannya, mereka
bekerja untuk siapa? Apa yang mereka dapatkan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan
terjawab pada paragraf-paragraf berikutnya.
Pada saat pelayanan
mahasiswa baru, biasanya anak didampingi oleh orang tua mereka. Terkadang ada
orang tua yang pakai pakaian necis dengan rambut mengkilap di sapu gel minyak
mahal, ada juga berpakaian biasa-biasa saja dengan pandangan lurus ke depan
dengan senyum tidak terlepas di bibir mengingat anak diterima di UNP, bahkan
ada orang tua dari negeri jauh yang hanya pakai sandal jepit sambil memegang
map si anak di tangan kanan. Semua mereka mendapat tempat yang setara di depan
pengurus Forsis. Pengurus dengan sigap memberikan pendampingan pada mahasiswa
baru, terutama pada aspek yang berhubungan dengan pengisian data online. Posko
mereka dilengkapi meja dan kursi dengan ketersediaan laptop-laptop pengurus di
atas meja. Tidak jarang orang tua dan mahasiswa baru yang datang dari tempat
yang jauh, menginap di rumah-rumah (wisma) Forsis, sekali lagi, gratis.
Seolah-olah uang,
waktu, dan tenaga, tidak berharga bagi pengurus Forsis. Mereka mendedikasikan
apa yang mereka miliki untuk memudahkan jalan orang lain. Penulis yakin, ini
merupakan efek domino dari apa yang pernah mereka terima dari senior mereka, sewaktu
mereka menjadi mahasiswa baru. Gambaran tentang kerasnya ibukota provinsi tanpa
sanak keluarga dimana segalanya diukur dengan uang, luntur di tangan Forsis.
Mereka mengulurkan tangan, membimbing adik-adiknya, di tengah bayang-bayang
perpeloncoan di sisi lain kampus. Bahkan banyak orang tua merasa aneh dan tidak
percaya dengan situasi seperti ini, sempat ada di antara mereka (orang tua)
membandingkan pengabdian anggota Dewan Perwakilan Rakyat belum seberapa
dibandingkan dengan kerja pengurus Forsis dalam melayani mahasiswa baru.
Pengurus menanggapinya dengan tersenyum malu sambil menundukkan pandangan
(takut riya`).
Sementara itu, tidak
jarang pengurus Forsis sempat dicurigai oleh pihak kampus. Dianggap memiliki
misi terselubung untuk mengkader orang-orang yang berpikiran sempit. Sehingga
program layanan Forsis itu pernah juga disorot, ditegur, bahkan sempat
dihentikan. Tetapi pengurus tidak berputus asa, mereka tetap melayani meski
tanpa posko sekali pun. Akhir-akhir ini pihak kampus sudah mulai menyadari
bahwa pengurus Forsis tidak bisa dihentikan dan mereka bukanlah penganut paham
yang mereka tuduhkan tersebut. Hal ini seiring dengan mencuatnya beberapa nama
pengurus Forsis yang berprestasi dan mengharumkan nama kampus, mereka bisa berargumentasi
dengan megemukakan pemikiran Islam moderat, sehingga gambaran negatif terhadap Forsis
sudah menipis.
Jika kita telusuri ke
belakang, motif mereka untuk melakukan layanan tersebut tidak lain adalah terinspirasi
oleh janji Allah dalam Q.S. Muhammad ayat 7, yang artinya, “Hai orang-orang
beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
menegughkan kedudukanmu”. Ayat ini selalu dijadikan dasar tarbiyah pelayanan
yang dijelaskan oleh mentor-mentor di Forsis. Menolong agama Allah adalah
dengan cara berdakwah, dan salah satu langkah dakwah yang paling efektif adalah
memberikan pelayanan yang tulus. Hati yang tulus akan menembus dinding
kesombongan dan memantik alam kesadaran.
Pengurus Forsis menyadari
bahwa dengan menolong orang lain sebenarnya telah membukakan jalan sukses untuk
diri mereka sendiri. Tidak ada kebaikan yang luput dari catatan Malaikat Rakib dan
begitu pula tidak ada keburukan yang terlepas dari catatan Malaikat Atid.
Membuka pintu rumah selebar-lebarnya artinya mengulurkan tangan untuk menyemai
kebaikan di dunia, yang kita akan menuainya di dunia dan akhirat. Hal ini
merupakan pembuktian dari “da`wah bil hal” atau dakwah dengan perbuatan, yang
selama ini sebagian kita memahami baru dari tataran teori. Dakwah dengan
perbuatan artinya kita telah menjadi `model` untuk mengajak orang lain berbuat
sesuatu yang baik, sehingga kebaikan itu akan tersebar merata di muka bumi dan
berujung pada kesejahteraan.
Pengurus Forsis melayani
dengan ikhlas karena Allah, dan setiap apa yang dikerjakan hanya untuk Allah, dengan
tujuan tercapainya pesan-pesan dakwah kepada mahasiswa baru. Mereka tidak
memperoleh apa-apa secara materi, tetapi sebenarnya mereka memperoleh lebih
dari apa yang kita bayangkan. Mereka memperoleh kepuasan, perasaan lega karena
telah mampu menelurkan suatu kebaikan. Beban mereka berkurang dengan membantu
memikul beban orang lain. Ini tidak akan mampu dihitung dengan kalkulasi
matematika dunia. Karena satu pelayanan yang didasari dengan keimanan dan
ibadah kepada Allah, akan membuka seribu pintu-pintu kebaikan yang tidak pernah
kita duga sama sekali dari mana datangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar