PENERAPAN HOLISTIK PANCASILA DALAM MEMBENTUK INTEGRITAS PEMUDA - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Kamis, 22 Juni 2017

PENERAPAN HOLISTIK PANCASILA DALAM MEMBENTUK INTEGRITAS PEMUDA

Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang digali langsung dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, sejatinya menjadi titik tolak dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial. Namun, dalam perjalanannya, Pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi Pancasila (Kaelan, 2004:10). Bisa ditarik benang merahnya bahwa permasalahan yang selama ini terjadi, bukan karena Pancasila-nya, melainkan orang-orang yang berusaha menafsirkan Pancasila berdasarkan kepentingannya. Sudah saatnya kita kembali kapada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pacasila, sehingga gejolak dan unsur-unsur disintegrasi yang bisa merugikan bangsa ini bisa dicegah dan dihentikan.

Generasi muda Indonesia bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan semangat Pancasila karena mereka merupakan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ke depannya. Menurut Heryansyah (2016), tanggung jawab pemuda secara pribadi adalah: pertama, terus memperbaiki karakter diri dengan mempelajari dan mengimplementasikan nilai-nilai dalam Pancasila. Kedua, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang harus ditanamkan sedini mungkin dalam diri masyarakat Indonesia.

Maka penerapan holistik Pancasila sangat penting dalam membangun integritas pemuda. Pemuda berintegritas adalah sosok pemuda yang sadar akan posisi, tugas, dan tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara dan memiliki kemauan yang kuat untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dirinya. Sebagai bagian dari masyarakat, pemuda berintegritas memilki visi yang kuat, aktif berpatisipasi mendorong percepatan pembangunan nasional di mana saja ia berada, dengan segenap bidang keahlian yang dimilikinya.

Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam penerapan holistik Pancasila adalah sebagai berikut: (1) Sosialisasi. Secara aplikatif dan komprehensif butir-butir Pancasila mesti disosialisasikan pada generasi muda dalam pewarisan karakter bangsa. Tersebar luasnya informasi dengan semangat yang sama oleh seluruh stake holder bangsa mendorong pemerataan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Selain itu diskusi akademik di kampus-kampus atau perguruan tinggi perlu digalakkan; (2) Penerapan di sekolah. Pancasila sudah selayaknya kembali menjadi bagian dari kurikulum pendidikan kita. Nilai-nilai dalam Pancasila mendorong terbentuknya sikap toleransi dan semangat berprestasi di kalangan pelajar. Guru-guru harus mampu menginternalisasikan nilai tersebut dalam budaya sekolah; (3) Penguatan supremasi hukum. Segala bentuk pembiaran pelanggaran akan merusak tatanan kehidupan dan penegakan prinsip dasar pancasila. Negara harus tegas menindaknya, karena berkaitan dengan ancaman integritas di masyarakat. Hukum tidak boleh tebang pilih dalam menegakkan keadilan, sehingga setiap warga negara memang betul-betul merasa bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan; dan (4) Latihan bela negara. Pemikiran-pemikiran radikal dan pandangan yang sempit dengan mengklaim bahwa kelompoknya yang paling baik di bandingkan dengan kelompok lainnya, bisa dicegah. Salah satunya dengan latihan bela negara. Di sini pemuda akan ditanamkan semangat patriotisme dan cinta tanah air. Disiplin yang tinggi serta komitmen dalam menjunjung tinggi falsafah negara juga bagian penting dalam materi yang disajikan.

Diharapkan melalui penerapan lagkah-langkah tersebut,  integritas pemuda bisa diwujudkan, sehingga demografi pemuda Indonesia yang melimpah tidak terbuang secara sia-sia atau pun berbalik menjadi batu sandungan di masa hadapan. 

Referensi:

Kaelan. (2004). Pendidikan Pancasila, Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Paradigma Offset.
Heryansyah, D. (2016). Tanggung Jawab Pemuda terhadap Masa Depan Pancasila. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 21(4), 607-631).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar