Cerita dari Thailand (2) - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Kamis, 03 Desember 2020

Cerita dari Thailand (2)

Assalumua`laikum warahmatullah wabarakatuh, Hai guys kembali lagi bersama saya, di blog yang berisi cerita2 tentang pengalaman saya, analisis pemikiran, dan seni menghadapi hidup. Kali ini saya akan melanjutkan cerita tentang pengalaman liburan tahun lalu (2019) di Hatyai, Thailand. Tahun 2020 adalah tahun yang penuh cobaan bagi pencinta traveling, karena kita tidak bisa ke luar negeri untuk berlibur akibat Covid-19, yang entah bila akan berakhir. Padahal, ehm, saya sudah beli tiket 3 hari ke Phnom Penh (Kamboja) untuk keberangkatan November 2020. Alhasil..GAGAL. Mari kita sama2 berdoa guys, semoga pandemi ini segera berakhir, dan kita bisa beraktivits seperti biasanya. Meskipun demikian, masih banyak cerita2 yang belum saya bagikan di sini. Karena saya juga dikejar oleh pekerjaan dan tugas belajar sebagai mahasiswa PhD. Ciiieee S3 cuy,,haha. Tapi bagi saya itu bukan sebuah kebanggaan, melainkan sebagai tanggung jawab yang harus segera diselesaikan, agar bisa pulang untuk mengabdi ke Indonesiah tercinta. Ok itu saja mungkin uneg2 dari saya, seorang warga +62 yang sedang merantau di +60. Jangan lupa kirim email untuk bercerita apa saja, insyallah sya layani. Email saya ada di profile. Next, silahkan meluncur ke cerita...


Lanjutan Cerita

Usai check in dan meletakkan barang-barang, saya ke luar penginapan untuk mencari makanan. Kebetulan di sebelah penginapan itu ada 2 kedai yang bertuliskan "Muslim foods". Saya pun memilih salah satunya. Saya makan nasi putih dan gulai ayam, dan rasanya cukup enak, selera saya bisa menyesuaikan. Rupanya orang kedai itu bisa bahasa Melayu, mungkin mereka dari Pattani atau memang asli orang Hatyai. Saya pun membayar makanan tersebut dengan harga 30 baht.


Cukup banyak kedai makan muslim tersebar di sini dan kebanyakan mereka adalah melayu Siam. Saya sempatkan mengobrol dengan pemilik kedai tempat saya makan. Beliau adalah wanita setengah baya dan masih memahami ketika saya berbicara bahasa Melayu. Loga bahasa mereka sekilas seperti Melayu Kelantan. Berdasarkan percakapan dengan pemilik kedai, beliau mengakui bahwa pemerintah Thailand cukup gencar menyebarkan agar semua tempat menggunakan bahasa Thai. Sehingga pemuda-pemuda di Thailand Selatan ini sudah mulai kesulitan dalam berbahasa melayu.


Saya kembali ke penginapan untuk mandi. Kamar mandi menurut saya agak sempit, sehingga kurang leluasa untuk bergerak, dan airnya pun tidak terlalu besar. Selepas mandi, saya berbaring melepas penat di tempat tidur. Saya niatkan untuk solat jamak takhir maghrib dengan isya. Tidak lama kemudian waktu isya masuk. Iseng-iseng saya cari masjid terdekat dengan grab, ternyata harganya cukup murah. Saya putuskan untuk pergi dengan grab ke Masjid Pakistan dengan harga 88 baht. Saya pun memesan grab.


Tidak lama kemudian grab pun sampai. Saya turun ke bawah dan memang sudah ada mobil yang tunggu. Di perjalanan saya mengobrol dengan sopir grab tersebut. Dia masih muda dan sudah punya anak istri. Saya jadi tahu bahwa dia S1 dulunya mengambil bidang IT. Grab adalah kerja sambilannya, dengan pekerjaan utamanya di salah satu kantor di Hatyai. Pantas dia lancar berbasa inggris karena dia pernah kuliah.


Kami sampai di gerbang masjid. Saya sampai kan kepadanya bahwa saya tidak punya koneksi internet kalau di luar. Bisakah ia menjemput saya dalam 45 menit, dan saya akan bayar dengan harga yang sama. Dia bilang ok, tidak ada masalah. Saya pun turun dan masuk area masjid. Orang sudah solat rupanya. Saya bergegas menuju tempat wudhu. Setelah berwudhu saya mengikut imam 4 rakaat solat isya, setelah imam salam saya teruskan dengan jamak solat maghrib.


Usai solat saya rehat sejenak di pelataran masjid. Saya perhatikan sekeliling, masjid ini ternyata cukup luas dengan halaman yang lapang. Tidak ada Tempat solat khusus untuk wanita. Sebab waktu solat isya tadi pun saya tidak melihat jamaah perempuan. Memang wanita lebih utama solat di rumah mereka.


Saya bergegas ke luar ketika sampai pada waktu yang saya sepakati dengan sopir grab tadi. Setiba di gerbang masjid ternyata dia telah menunggu. Saya pun naik dan kami pun melanjutkan perjalanan. Tidak lama, kami pun sampai di hostel tempat saya menginap. Saya pun turun dan mengucapkan terima kasih.


Hari ini setelah melaksanakan solat subuh, saya menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar penginapan. Sembari menikmati udara pagi, saya berusaha mengingat-ingat setiap jalan yang saya lewati agar tidak tersesat nanti pas mau balik ke penginapan.


Saya sampai di pasar pagi Kim Yong. Aktivitas berjualan pagi ini cukup sibuk, mulai dari buah-buahan, makanan ringan, kue-kue, baju, hingga souvenir. Saya melihat di pasar ini biksu duduk, beberapa orang mendatanginya berbicara, minta didoakan, sebelum pergi  mereka memberi sang biksu itu makanan. Ada juga sekelompok biksu muda berjalan beriringan, mereka singgah di kedai-kedai. Tuan kedai akan menyedekahkan sebagian barang yang mereka jual tersebut kepada biksu muda tersebut. Bagi saya ini hal yang baru, pertama kali saya menyaksikan pemandangan tersebut.


Saya turut membeli makanan kepada penjual makanan melayu siam untuk saya bawa ke hostel. Setiba di hostel saya makan di luar sambil mengobrol dengan penghuni lain, sebagian mereka juga berasal dari Malaysia. Mereka sengaja menghabiskan cuti akhir tahun di Hatyai ini.


Setelah mandi, saya jalan-jalan lagi ke arah stasiun kemaren. Saya bertanya bagaimana cara mencapai Masjid Raya Songkhla. Mereka menawarkan untuk menaiki tuktuk karena jaraknya cukup jauh. Saya menolak, karena sewa tuktuk cukup mahal. Saya terus saja berjalan-jalan rencana mau balik ke penginapan. Tiba-tiba ada ojek motor berhenti di samping saya. Pengendaranya cukup tua, beliau menanyakan saya mau ke mana. Saya katakan awalnya saya mau ke Songkhla, tapi batal karena sewa tuktuk cukup mahal. Bapak itu mengajak saya pergi dengan ojeknya dengan harga yang lebih murah. Setelah sedikit negosiasi akhirnya kami mencapai kata sepakat, dan saya pun naik motor beliau menuju masjid raya Songkhla.


Saya sampai di masjid raya Songkhla sekitar pukul 11 pagi hari. Masjid ini sangat besar dengan arsitektur di dalamnya yang menawan. Tempat berwudhu cukup luas, namun yang saya merasa agak aneh tempat kencingnya berdiri. Biasanya masjid-masjid menyediakan untuk kencing duduk atau jongkok.


Halaman masjid ini cukup luas dan di seberangnya ada jalan. Di sebalik jalan ada kolam yang sangat luas menambah kemegahan masjid ini. Sekilas seperti Taj Mahal di India. Beberapa kendaraan juga berhenti, singgah untuk mengambil gambar bersama keluarga dan kerabat mereka.


Si bapak ojek saya minta menunggu sebentar di bawah pohon rindang. Sembari saya mengambil beberapa gambar, saya melihat beliau juga asyik mengobrol dengan orang-orang di sekitar masjid. Bahasa mereka tidak saya pahami satu pun, si bapak pun tidak mengerti juga kalau kita menggunakan bahasa inggris.


Setelah puas berkeliling, saya menghampiri si bapak ojek dan mengajak beliau untuk balik ke penginapan di Hatyai. Kami pun balik melalui jalan yang kami lewati tadi. Sesampai di penginapan saya pun membayar ongkos dan beliau sangat gembira. Kini saatnya untuk mandi, solat dan istirahat dengan hati yang puas karena niat telah kesampaian.


Ketika bangun sore, saya sadar bahwa hari ini adalah 31 Desember 2019. Tentunya berbagai kesibukan dapat saya saksikan, persiapan orang-orang menyambut tahun baru. Tapi saya berniat tidak akan keluar malam ini, karena tidak terlalu suka keramaian. Selain itu saya akan menyimpan tenaga lebih untuk pergi ke pantai esok harinya.

Hari ini 1 Januari 2020, sehabis subuh di hostel saya berjalan-jalan seperti biasa. Tampak sisa-sisa perayaan tahun baru tadi malam. Pentas masih belum dibuka tendanya. Jalanan nampak agak lengang, mungkin sebagian masyarakat masih tidur lena. Sembari jalan-jalan, saya pun mencari sarapan pagi yang dijual oleh orang melayu di pinggir jalan.


Saya kembali ke penginapan, mandi, dan sarapan. Saya bertanya kepada pemilik hostel, dimana saya bisa mencari kendaraan untuk bisa ke pantai. Pemilik hotel mengatakan bahwa ada Pantai Samila, tapi itu di Songkhla, dan menunjukkan arah jalan tempat menunggu kendaraan umum ke pantai tersebut. Pemilik hostel memberi saya peta yang menunjukkan beberapa pilihan tempat yang brangkali saya mau kunjungi.


Saya berjalan kaki menuju tempat penghentian angkot menuju pantai. Rupanya tempatnya di dekat salah satu tugu yang tidak jauh dari penginapan. Sesampai disana saya melihat beberapa orang menunggu angkot juga menuju destinasi berbeda. Rupanya angkot di sini tidak hanya menuju ke Pantai Samila.

Tidak lama menunggu angkot pun datang. Saya dan calon penumpang lain naik dengan tertib. Ada ibu-ibu yang dari tadi sibuk mengobrol dengan saya. Beliau mengaku dari Pattani dan mau jalan-jalan juga ke pantai. Bahasa Melayu beliau sangat fasih dan saya nyaman mengobrol dengan beliau di perjalanan.


Kami sampai di Pantai Samila. Setelah membayar ongkos, dengan tidak sabarnya saya berlari-lari kecil menuju tepian ombak. Pantainya sangat cantik dan memberi vitamin segar untuk mata. Pagi ini orang tidak terlalu ramai. Tapi para pedagang telah membentangkan lapak untuk mereka berjualan di sekitar pantai. Saya membuka sandal dan berjalan di pasir putih... (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar