Assalumua`laikum warahmatullah wabarakatuh, Hai guys kembali lagi bersama saya, di blog yang berisi cerita2 tentang pengalaman saya, analisis pemikiran, dan seni menghadapi hidup. Kali ini saya akan melanjutkan cerita tentang pengalaman liburan tahun lalu (2019) di Hatyai, Thailand. Tahun 2020 adalah tahun yang penuh cobaan bagi pencinta traveling, karena kita tidak bisa ke luar negeri untuk berlibur akibat Covid-19, yang entah bila akan berakhir. Padahal, ehm, saya sudah beli tiket 3 hari ke Phnom Penh (Kamboja) untuk keberangkatan November 2020. Alhasil..GAGAL. Mari kita sama2 berdoa guys, semoga pandemi ini segera berakhir, dan kita bisa beraktivits seperti biasanya. Meskipun demikian, masih banyak cerita2 yang belum saya bagikan di sini. Karena saya juga dikejar oleh pekerjaan dan tugas belajar sebagai mahasiswa PhD. Ciiieee S3 cuy,,haha. Tapi bagi saya itu bukan sebuah kebanggaan, melainkan sebagai tanggung jawab yang harus segera diselesaikan, agar bisa pulang untuk mengabdi ke Indonesiah tercinta. Ok itu saja mungkin uneg2 dari saya, seorang warga +62 yang sedang merantau di +60. Jangan lupa kirim email untuk bercerita apa saja, insyallah sya layani. Email saya ada di profile. Next, silahkan meluncur ke cerita...
Lanjutan Cerita
Usai check in dan meletakkan barang-barang, saya ke luar penginapan untuk mencari makanan. Kebetulan di sebelah penginapan itu ada 2 kedai yang bertuliskan "Muslim foods". Saya pun memilih salah satunya. Saya makan nasi putih dan gulai ayam, dan rasanya cukup enak, selera saya bisa menyesuaikan. Rupanya orang kedai itu bisa bahasa Melayu, mungkin mereka dari Pattani atau memang asli orang Hatyai. Saya pun membayar makanan tersebut dengan harga 30 baht.
Cukup banyak kedai makan muslim tersebar di
sini dan kebanyakan mereka adalah melayu Siam. Saya sempatkan mengobrol dengan
pemilik kedai tempat saya makan. Beliau adalah wanita setengah baya dan masih
memahami ketika saya berbicara bahasa Melayu. Loga bahasa mereka sekilas
seperti Melayu Kelantan. Berdasarkan percakapan dengan pemilik kedai, beliau
mengakui bahwa pemerintah Thailand cukup gencar menyebarkan agar semua tempat
menggunakan bahasa Thai. Sehingga pemuda-pemuda di Thailand Selatan ini sudah
mulai kesulitan dalam berbahasa melayu.
Saya kembali ke penginapan untuk mandi. Kamar
mandi menurut saya agak sempit, sehingga kurang leluasa untuk bergerak, dan
airnya pun tidak terlalu besar. Selepas mandi, saya berbaring melepas penat di
tempat tidur. Saya niatkan untuk solat jamak takhir maghrib dengan isya. Tidak
lama kemudian waktu isya masuk. Iseng-iseng saya cari masjid terdekat dengan
grab, ternyata harganya cukup murah. Saya putuskan untuk pergi dengan grab ke
Masjid Pakistan dengan harga 88 baht. Saya pun memesan grab.
Tidak lama kemudian grab pun sampai. Saya
turun ke bawah dan memang sudah ada mobil yang tunggu. Di perjalanan saya
mengobrol dengan sopir grab tersebut. Dia masih muda dan sudah punya anak
istri. Saya jadi tahu bahwa dia S1 dulunya mengambil bidang IT. Grab adalah
kerja sambilannya, dengan pekerjaan utamanya di salah satu kantor di Hatyai.
Pantas dia lancar berbasa inggris karena dia pernah kuliah.
Kami sampai di gerbang masjid. Saya sampai kan
kepadanya bahwa saya tidak punya koneksi internet kalau di luar. Bisakah ia
menjemput saya dalam 45 menit, dan saya akan bayar dengan harga yang sama. Dia
bilang ok, tidak ada masalah. Saya pun turun dan masuk area masjid. Orang sudah
solat rupanya. Saya bergegas menuju tempat wudhu. Setelah berwudhu saya
mengikut imam 4 rakaat solat isya, setelah imam salam saya teruskan dengan
jamak solat maghrib.
Usai solat saya rehat sejenak di pelataran
masjid. Saya perhatikan sekeliling, masjid ini ternyata cukup luas dengan
halaman yang lapang. Tidak ada Tempat solat khusus untuk wanita. Sebab waktu
solat isya tadi pun saya tidak melihat jamaah perempuan. Memang wanita lebih
utama solat di rumah mereka.
Saya bergegas ke luar ketika sampai pada waktu
yang saya sepakati dengan sopir grab tadi. Setiba di gerbang masjid ternyata
dia telah menunggu. Saya pun naik dan kami pun melanjutkan perjalanan. Tidak
lama, kami pun sampai di hostel tempat saya menginap. Saya pun turun dan
mengucapkan terima kasih.
Hari ini setelah melaksanakan solat subuh,
saya menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar penginapan. Sembari menikmati
udara pagi, saya berusaha mengingat-ingat setiap jalan yang saya lewati agar
tidak tersesat nanti pas mau balik ke penginapan.
Saya sampai di pasar pagi Kim Yong. Aktivitas
berjualan pagi ini cukup sibuk, mulai dari buah-buahan, makanan ringan,
kue-kue, baju, hingga souvenir. Saya melihat di pasar ini biksu duduk, beberapa
orang mendatanginya berbicara, minta didoakan, sebelum pergi mereka
memberi sang biksu itu makanan. Ada juga sekelompok biksu muda berjalan
beriringan, mereka singgah di kedai-kedai. Tuan kedai akan menyedekahkan
sebagian barang yang mereka jual tersebut kepada biksu muda tersebut. Bagi saya
ini hal yang baru, pertama kali saya menyaksikan pemandangan tersebut.
Saya turut membeli makanan kepada penjual makanan melayu siam untuk saya bawa ke hostel. Setiba di hostel saya makan di luar sambil mengobrol dengan penghuni lain, sebagian mereka juga berasal dari Malaysia. Mereka sengaja menghabiskan cuti akhir tahun di Hatyai ini.
Setelah mandi, saya jalan-jalan lagi ke arah
stasiun kemaren. Saya bertanya bagaimana cara mencapai Masjid Raya Songkhla.
Mereka menawarkan untuk menaiki tuktuk karena jaraknya cukup jauh. Saya
menolak, karena sewa tuktuk cukup mahal. Saya terus saja berjalan-jalan rencana
mau balik ke penginapan. Tiba-tiba ada ojek motor berhenti di samping saya.
Pengendaranya cukup tua, beliau menanyakan saya mau ke mana. Saya katakan
awalnya saya mau ke Songkhla, tapi batal karena sewa tuktuk cukup mahal. Bapak
itu mengajak saya pergi dengan ojeknya dengan harga yang lebih murah. Setelah
sedikit negosiasi akhirnya kami mencapai kata sepakat, dan saya pun naik motor
beliau menuju masjid raya Songkhla.
Saya sampai di masjid raya Songkhla sekitar
pukul 11 pagi hari. Masjid ini sangat besar dengan arsitektur di dalamnya yang
menawan. Tempat berwudhu cukup luas, namun yang saya merasa agak aneh tempat
kencingnya berdiri. Biasanya masjid-masjid menyediakan untuk kencing duduk atau
jongkok.
Halaman masjid ini cukup luas dan di
seberangnya ada jalan. Di sebalik jalan ada kolam yang sangat luas menambah
kemegahan masjid ini. Sekilas seperti Taj Mahal di India. Beberapa kendaraan
juga berhenti, singgah untuk mengambil gambar bersama keluarga dan kerabat
mereka.
Si bapak ojek saya minta menunggu sebentar di
bawah pohon rindang. Sembari saya mengambil beberapa gambar, saya melihat
beliau juga asyik mengobrol dengan orang-orang di sekitar masjid. Bahasa mereka
tidak saya pahami satu pun, si bapak pun tidak mengerti juga kalau kita
menggunakan bahasa inggris.
Setelah puas berkeliling, saya menghampiri si
bapak ojek dan mengajak beliau untuk balik ke penginapan di Hatyai. Kami pun
balik melalui jalan yang kami lewati tadi. Sesampai di penginapan saya pun
membayar ongkos dan beliau sangat gembira. Kini saatnya untuk mandi, solat dan
istirahat dengan hati yang puas karena niat telah kesampaian.
Ketika bangun sore, saya sadar bahwa hari ini
adalah 31 Desember 2019. Tentunya berbagai kesibukan dapat saya saksikan,
persiapan orang-orang menyambut tahun baru. Tapi saya berniat tidak akan keluar
malam ini, karena tidak terlalu suka keramaian. Selain itu saya akan menyimpan
tenaga lebih untuk pergi ke pantai esok harinya.
Hari ini 1 Januari 2020, sehabis subuh di
hostel saya berjalan-jalan seperti biasa. Tampak sisa-sisa perayaan tahun baru
tadi malam. Pentas masih belum dibuka tendanya. Jalanan nampak agak lengang,
mungkin sebagian masyarakat masih tidur lena. Sembari jalan-jalan, saya pun
mencari sarapan pagi yang dijual oleh orang melayu di pinggir jalan.
Saya kembali ke penginapan, mandi, dan
sarapan. Saya bertanya kepada pemilik hostel, dimana saya bisa mencari
kendaraan untuk bisa ke pantai. Pemilik hotel mengatakan bahwa ada Pantai
Samila, tapi itu di Songkhla, dan menunjukkan arah jalan tempat menunggu
kendaraan umum ke pantai tersebut. Pemilik hostel memberi saya peta yang
menunjukkan beberapa pilihan tempat yang brangkali saya mau kunjungi.
Saya berjalan kaki menuju tempat penghentian
angkot menuju pantai. Rupanya tempatnya di dekat salah satu tugu yang tidak
jauh dari penginapan. Sesampai disana saya melihat beberapa orang menunggu
angkot juga menuju destinasi berbeda. Rupanya angkot di sini tidak hanya menuju
ke Pantai Samila.
Tidak lama menunggu angkot pun datang. Saya
dan calon penumpang lain naik dengan tertib. Ada ibu-ibu yang dari tadi sibuk
mengobrol dengan saya. Beliau mengaku dari Pattani dan mau jalan-jalan juga ke
pantai. Bahasa Melayu beliau sangat fasih dan saya nyaman mengobrol dengan
beliau di perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar