BELAJAR DARI KETEGUHAN HATI IMAM AHMAD BIN HAMBAL - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Jumat, 23 Juni 2017

BELAJAR DARI KETEGUHAN HATI IMAM AHMAD BIN HAMBAL

Imam Ahmad bin Hambal merupakan satu dari empat imam madzhab yang terkenal di dunia Islam. Kemunculan empat madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Hambali turut memperkaya khazanah mutiara hikmah dalam upaya menjelaskan hukum-hukum yang terdapat di dalam Qur`an dan sunnah Rasulullah SAW. Keempat orang ini adalah sosok yang sarat dengan keteladanan dan diakui oleh kawan maupun lawan tentang bagaimana keteguhan mereka dalam memegang prinsip kebenaran. Sejarah hidup mereka layak kita jadikan renungan dan bahan penghayatan dalam menghadapi pendangkalan akidah dan kebutaan tentang pengetahuan agama yang mengoyak generasi muda dewasa ini. Dalam kesempatan ini penulis akan mengangkat segelintir riwayat Imam Ahmad bin Hambal, terutama dalam memegang prinsip hidup, ketabahan dalam menghadapi ujian, cara beliau mengambil suatu hukum, dan mengaitkannya dengan fenomena ulama akhir zaman, khususnya di Indonesia.

Imam Ahmad bin Hambal lahir pada Rabiul Awal 164 Hijriah (780 Masehi) di Baghdad (ibukota negara Irak yang sekarang), pada masa kekhalifahan Muhammad Al Mandi (Dinasti Abbasiah). Ayahnya bernama Muhammad Asyaibani (biasanya dipanggil Hambal) dan ibunya bernama Shafiyah binti Maimunah binti Abdul Malik. Riwayat nasab beliau langsung terhubung kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau telah menjadi yatim pada usia tiga tahun dan dibesarkan oleh ibunya sebagai orang tua tunggal sejak itu.

Sejak belia sudah terlihat kecintaan dan kecanduan beliau terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan kemampuan beliau menguasai Al-Qur`an dan hadits sejak usia belia. Selain itu beliau juga gigih untuk pergi menuntut ilmu dengan tidak mengenal jarak dan waktu. Pada masa itu kota Baghdad terkenal dengan cahaya pengethuan dan pusat kebudayaan Islam. Sebagai pusat ilmu pengetahuan, kota Baghdad tidak bisa menuntaskan dahaga beliau dalam mereguk kenikmatan ilmu, sehingga beliau mencari ilmu dengan mengunjugi di mana pun beliau mendengar ada orang alim berdomisili. Adapun tempat-tempat yang pernah beliau kunjungi antara lain: Kufah, Bashrah, Syam, Yaman, Makkah, dan Madinah. Beliau berguru kepada banyak ulama dan salah seorang guru beliau yang terkenal adalah Imam Syafi`i (pendiri Madzhab Syafi`i). Kepakaran beliau yang sangat menonjol selain menguasai Al-Qur`an adalah dalam bidang hadits, sehingga dalam suatu riwayat Imam Abu Zur`ah menyatakan bahwa beliau (Imam Ahmad bin Hambal) hafal 1.000.000 (sejuta) hadits.

Sebagai seorang ahli hadits yang sangat zuhud beliau sangat berhati-hati dalam memutuskan perkara keumatan pada masa itu. Beliau sangat membenci ahli ra`yi, yaitu orang-orang yang hanya memutuskan perkara dengan mengandalkan atau mengutamakan logika mereka sendiri tanpa berpijak pada nash-nash yang jelas. Beliau menjunjung tinggi Al-Qur`an dan hadits nabi. Suatu perkara yang sudah jelas pernyataan dalam Al-Qur`an, bagi beliau tidak perlu didebat lagi atau dicari-cari dalil yang lain. Apabila dalam suatu masalah sudah ada keterangan dari nabi Muhammad SAW (hadits), maka beliau langsung memutuskan perkara berdasarkan hadits nabi tersebut. Apabila dalam suatu masalah tidak terdapat hadits nabi yang berkaitan dengan hal tersebut, maka beliau memeriksa keterangan sahabat nabi, dan memutusnya menggunakan pendapat sahabat. Apabila terdapat perbedaan pendapat dari sahabat dalam memutuskan suatu permasalahan, maka beliau memilih (menganalisis) pendapat sahabat tersebut, mana yang lebih dekat kepada yang benar. Apabila tidak ditemukan pendapat sahabat tentang suatu masalah maka beliau mengambl pendapat tabi`in atau memilih dari pendapat mereka. Bahkan beliau lebih cenderung mengambil hadits yang lemah (ada sesuatu pada sanadnya) sebagai rujukan dibandingkan pendapat pribadi, selagi tidak ada hadits sahih yang bertentangan dengannya.

Diriwayatkan pada masa kekhalifan al-Ma`mun ada seorang yang mengaku alim yang menguasai ilmu kalam dan pandai bersilat lidah, ia bernama Ahmad bin Abi Daud. Ia menyebarkan kembali pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur`an itu adalah makhluk. Pendapat ini muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Harun ar-Rasyid yang dikemukakan oleh Basyar al Marisi, namun oleh khalifah pada saat itu pendapat ini tidak dibenarkan karena menyimpang dan menindak tegas ajaran tersebut agar tidak berkembang. Ahmad bin Abi Daud memiliki kedekatan dengan penguasa (al-Ma`mun) dan memaksa semua umat Islam untuk mempercayainya dengan dukungan rezim saat itu. Imam Ahmad membantah klaim tersebut dengan tetap memegang prinsip bahwa alquran merupakan kalam Allah, bukan makhluk sebagaimana yang digemborkan oleh kalangan sesat tersebut.

Persoalan itu berbuntut panjang, Imam Ahmad yang bersikeras memegang prinsip bahwa Al-Quran bukan makhluk mendapat reaksi keras dari penguasa. Penguasa yang disusupi oleh ulama su`u dan penjilat mengajukan pilihan kepada Imam Ahmad, yaitu merubah prinsipnya atau dipenjara. Namun Imam Ahmad bukan sembarang ulama, beliau memilih lebih baik dipenjara dari pada mengakui sesuatu yang bertentangan dengan akidah beliau terhadap Al-Qur`an. Imam Ahmad pun dimasukkan dalam penjara. Di sana beliau memperoleh siksaan yang tidak terperi, cambukan, dan hantaman fisik terhadap beliau terus berlanjut. Kurungan terhadap beliau terbilang sangat lama, bahkan telah berganti beberapa khalifah, dari al-Ma`mun, al-Mu`tashim, hingga khalifah al-Watsiq berkuasa.

Sepeninggal al-Watsiq, tampuk kekuasaan dipegang oleh khalifah al-Mutawakkil, yang dikenal sebagai seorang yang sangat senang menghidupkan sunnah. Imam Ahmad dibebaskan dari segala tuduhan, dan negara mengakui prinsip bahwa Al-Qur`an bukan makhluk melainkan kalam Allah. Beliau dikeluarkan dari penjara. Orang-orang yang selama ini memfitnah beliau dan melakukakan penyesatan akidah di masarakata, terutama Ahmad bin Abi Daud, dihukum berat oleh khalifah. Imam Ahmad bebas dengan kondisi fisik yang sangat memprihatinkan. Usia beliau sudah tidak muda lagi. Khalifah al-Mutawakkil sangat tertarik terhadap beliau dan menawarkan jabatan sebagai mufti negara, namun beliau menolak. Berbagai macam hadiah dikirimkan ke rumah beliau oleh penguasa, berkali-kali beliau menyuruh anaknya untuk memulangkan hadiah tersebut. Jika pemerintah terlalu memaksa agar beliau menerima hadiah tersebut, maka beliau terima dengan membagi-bagikan hadiah tersebut kepada tetangga-tetangga beliau yang fakir.

Kisah hidup Imam Ahmad bin Hambal hendaknya menjadi pelajaran bagi generasi Islam abad ini. Perjuangan beliau dengan kegigihan dan keteguhan hati menegakkan akidah Qur`an bahkan sampai dibui dalam waktu yang lama, bukan perkara yang ringan. Dalam penjara, beliau tidak mendapat fasilitas seperti sebagian tokoh terkenal atau koruptor di negeri kita, yang masih bisa menikmati kesenangan. Beliau sehari-hari disiksa, dicambuk, dan didera, hingga selepas dari penjara pun bekas kekerasan tersebut tidak hilang bahkan sampai meninggal dunia.

Terkait prinsip hidup sebagai ulama, ada banyak keanehan yang terjadi akhir-akhir ini terkait dengan orang yang mengaku ulama tapi menunjukkan kebenciannya terhadap hukum Islam. Dia memilih dalil akal ketika sudah jelas ada dalil lain yang terdapat secara jelas dalam Qur`an dan hadits.

Pengingkaran nyata terhadap Al-Qur`an saat ini marak dikemukakan oleh orang yang mengaku kiai atau ulama. Dalam memberikan pengajian, mereka mengusung isu-isu HAM dan toleransi yang tidak ditinjau dari prinsip Islam. Sejatinya Islam merupakan agama yang komprehensif, mengajarkan tentang hak asasi manusia, toleransi, kerukunan umat beragama, tenggang rasa, menolong sesama, dan juga menekankan bab akidah sebagai pondasi dasar. Minimnya penggunaan dalil naqli ketika menjelaskan hukum adalah fenomena lumrah yang kita temukan. Bahkan baru-baru ini ada kiai yang mengatakan bahwa apa pun agamanya jika berbuat baik, akan mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Benarkah demikian? Orang seperti ini jika bertemu dengan Imam Ahmad mungkin sudah diludahi. Karena dengan gelar kiainya, dia tidak hanya berbicara atas nama pribadi, tapi dia berbicara sebagai tokoh Islam, sehingga bisa berbahaya terhadap maraknya kesesatan pada umat.

Kemewahan dunia telah menggiurkan mata dan membuat sebagian orang lupa bahwa ada kehidupan yang jauh lebih abadi di banding dunia, yaitu akhirat. Ada orang yang mengaku ulama tapi ketika disodorkan dunia, dia teguk sejadi-jadinya. Sorban dan gamis mereka tanggalkan dan membuat diri mereka bertelanjang di tengah-tengah komplotan pembenci hukum tuhan. Kecintaan pada dunia melumpuhkan iman, sehingga dalam hal ini Imam Ahmad sangat berhati-hati. Beliau tidak memberi celah sedikit pun pada harta dan kekuasaan mengendalikan hidup beliau. Malah beliau sangat membenci pada orang yang berlebih-lebihan terhadap dunia. Lebih tragisnya lagi, ulama sekarang ada yang bersedia memutarbalikkan fakta dan makna Qur`an demi memenuhui kebutuhan nafsu dunianya.

Banyak pernyataan-pernyataan ulama su`u yang mengguncang internal Islam. Sebagaimana ada yang mengatakan bahwa memelihara jenggot itu adalah orang goblok, semakin panjang jenggotnya makin goblok orangnya. Padahal jenggot adalah sunnah nabi Muhammad SAW, tapi dijadikan bahan candaan dan hinaan. Api kebencian tetap dinyalakan terhadap orang-orang yang berusaha mengikuti kemurnian sunnah dengan tuduhan baru, bahwa mereka bukan Islam nusantara. Ulama golongan ini membagi Islam sebagai Islam nusantara dan Islam arab. Seolah-olah Islam lah yang harus menyesuaikan diri dengan geografis, sehingga mereka sangat rancu dalam membedakan antara budaya arab dan akidah islamiah.

Umumnya secara akdemik formal mereka berkualifikasi cukup tinggi, dan bahkan ada beberapa di antaranya lulusan perguruan tinggi Islam di negara-negara Timur Tengah. Namun pandangan yang disampaikannya sudah jauh melenceng dari yang digariskan Qur`an dan hadits. Intelektual yang menjadi kebanggaan, mereka selewengkan untuk mencari pembenaran atas ego pribadi dan golongan mereka. Dalil-dalil pembelaan terhadap kemungkaran mereka temukan dengan memutarbalikkan fakta. Sementara yang berbeda pendapat dengan mereka, mereka klaim sebagai golongan dengan tata pemikiran rendahan, tradisional, kolot, konservatif, taklid buta, dan sebagainya. Cap seperti ini tidak jarang kita dengar dari kalangan mereka. Selain itu, yang lebih parah lagi, ada pengajian di suatu tempat yang ditujukan untuk meluruskan akidah remaja, mereka serang dengan anggapan itu sebagai sarana pembawa bibit radikal dan pemikiran ekstrimis.

Mengeksplorasi kisah ulama empat madzhab, terutama kisah Imam ahmad dalam tulisan ini, berarti membuka tabir cara ahlussunnah wal jama`ah menegakkan akidahnya. Imam Ahmad tidak takut dengan penjara demi membela kesucian agamanya. Beliau menolak aneka kemewahan yang ditawarkan penguasa, dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sementara itu dalam memberikan argumentasi atas persoalan keumatan, beliau menghindari mempertuhankan akal semata dengan meninggalkan dalil Qur`an hadits yang telah jelas.

Adapun yang dapat kita petik dari kisah ini, sebagai generasi muslim Indonesia kita harus melakukan: (1) Penguatan akidah sejak usia belia; (2) Menuntut ilmu adalah kunci utama menjadi pribadi muslim kaaffah; (3) Berpantang menggadaikan prinsip iman demi harta dan kekuasaan; (4) Melandaskan setiap prilaku dan ucapan kepada Al-Qur`an dan sunnah serta menghindari ahli ra`yu; dan (5) Mengenal ulama yang sungguh-sungguh menegakkan prinsip Al-Qur`an dan menghormati mereka karena kecintaan kepada Allah SWT.

Notes: Terinsprasi dari buku “Biografi 4 Serangkai Imam Madzhab" (Oleh: K.H. Moenawar Chalil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar