Ada
beberapa pihak yang mengatakan bahwa permasalahan Rohingya di Myanmar tidak bisa
dikategorikan masalah besar dan tidak boleh diintervensi, karena berkaitan dengan hak kependudukan atau
kewarganegaraan, sehingga menyalahkan pemerintah Myanmar secara membabi buta
bukanlah tindakan yang bijak. Pihak yang memiliki pola pikir seperti ini,
menurut saya sudah jatuh terlampau jauh pada titik terendah sisi kemanusiaan
yang ada pada dirinya. Sejatinya, permasalahan suatu wilayah dan ketidakabsahan
kewarganegaraan, tidaklah bisa dijadikan alasan untuk melegitimasi pembantaian
terhadap masyarakat sipil.
Warga
Rohingya adalah manusia yang memiliki hak untuk mempertahankan apa yang
seharusnya mereka miliki di atas muka bumi, dan itu diakui oleh lembaga hak
asasi manusia mana pun. Namun kenyataannya,
perlakuan militer dan Budha radikal di Myanmar sangat jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan luhur masyarakat dunia. Kebencian telah membutakan mata dan hati mereka,
sehingga mereka tidak bisa membedakan, mana orang yang layak diperangi dengan
senjata, dan mana masyarakat sipil yang tidak berdosa.
Adalah
wajar, sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki
letak geografis yang sama dengan Myanmar, Indonesia mengambil peran. Seorang muslim
diperintahkan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang yang berasal
dari agama selain dari mereka (Q.S Al Hujurat), sepanjang non muslim tersebut
tidak mengusir atau membunuh mereka. Makanya sangat keras teguran Rasulullah kepada
orang muslim yang melakukan kekerasan pada non muslim di negara yang aman. Logikanya,
sedang dengan agama lain saja orang muslim diperintah demikian, bagaimanakah
terhadap saudaranya sesama muslim? Orang yang sama-sama mengucapkan syahadat,
beribadah kepada Tuhan yang sama, dan memiliki orientasi akhirat yang menuju ke
satu titik, yaitu mencari keridhaan Allah, mungkinkah mereka hanya diam?
Islam
menegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara, yang artinya wajib hukumnya
setiap orang yang mengaku beragama Islam melindungi saudaranya yang teraniaya. Makanya
saya sangat merasa miris ketika ada yang menulis, “Jangan impor isu Myanmar ke
dalam negeri”. Seolah-olah Indonesia berada pada lingkaran kecil wilayah yang
tidak berhak untuk berkontribusi pada kehidupan global. Bahkan yang lebih
mirisnya, ujaran seperti itu menggambarkan penderitaan Rohingya menjadi beban/masalah
yang boleh ditendang kian kemari.
Dalam
sejarah bisa ditemukan fakta yang menarik, ketika muslim menjadi mayoritas maka
kelompok minoritas bisa beribadah dengan tenang. Tapi coba perhatikan
sebaliknya, bahkan di abad ini, ada banyak penduduk Eropa yang katanya manusia
modern, berani berdemonstrasi di negara mereka yang mayoritas Kristen, dengan
spanduk “Reject Muslims”. Silahkan cari satu spanduk di negara mayoritas Islam yang
menulis konten provokatif seperti itu pada salah satu agama pada unjuk rasa
terbuka. Ketika umat Islam menjadi minortas maka mereka akan dikikis
habis-habisan, tanpa mendapat perlakuan yang sama di mata hukum internasional.
Saya
menulis bukan karena kebencian pada agama tertentu, khususnya Agama Budha. Karena
menurut saya adalah diluar nalar jika dengan tragedi Rohingya, umat Islam Indonesia
memusuhi orang-orang Budha yang ada dalam negeri kita. Saya menulis keresahan
ini murni karena rasa kemanusiaan dan terpampangnya kezaliman di depan mata. Makanya
hati-hati dalam mengelola isu-isu seperti ini, terutama akan datang sebentar
lagi kelompok-kelompok yang muncul sebagai ‘pahlawan penyelamat toleransi’. Padahal
saudara-saudara muslim yang demo membela Rohingya akhir-akhir ini, tidak satu
pun yang mengarah untuk mengganggu kondisivitas kehidupan beragama di Indonesia.
Orang Budha tetap bisa bebas beribadah di negeri ini dan jangan mau kita diadu
domba, sebagai alat untuk mendulang suara beberapa politisi busuk.
Pemerintah
Indonesia sangatlah wajar mengambil sebarang tindakan yang keras terhadap
pemerintah Myanmar, yang terbukti melindungi kegiatan tentaranya melakukan
genosida pada etnik Rohingya. Wajar jika kita mengusir duta besar mereka
sebagai bentuk protes keras, jika bangsa ini benar-benar masih memiliki
martabat. Pengusiran diplomatik bukanlah tindakan pengecut, melainkan salah
satu langkah yang diambil oleh negara yang berwibawa karena prinsip kemanusiaan.
Selain itu Indonesia mesti mengambil peran untuk mengakomodasi kekuatan di
kawasan Asia Tenggara untuk mendukung Rohingya dengan menekan Myanmar dari
segala sisi. Berdasarkan data statistik di lapangan, sudah saatnya para
pemimpin Myanmar di bawa ke pengadilan internasional, karena telah melakukan
pembantaian dan pengusiran secara besar-besaran terhadap manusia di abad
modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar