Rohingya, Duka Lara Muslim Sebagai Minoritas - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Selasa, 05 September 2017

Rohingya, Duka Lara Muslim Sebagai Minoritas

Ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa permasalahan Rohingya di Myanmar tidak bisa dikategorikan masalah besar dan tidak boleh diintervensi, karena berkaitan dengan hak kependudukan atau kewarganegaraan, sehingga menyalahkan pemerintah Myanmar secara membabi buta bukanlah tindakan yang bijak. Pihak yang memiliki pola pikir seperti ini, menurut saya sudah jatuh terlampau jauh pada titik terendah sisi kemanusiaan yang ada pada dirinya. Sejatinya, permasalahan suatu wilayah dan ketidakabsahan kewarganegaraan, tidaklah bisa dijadikan alasan untuk melegitimasi pembantaian terhadap masyarakat sipil.

Warga Rohingya adalah manusia yang memiliki hak untuk mempertahankan apa yang seharusnya mereka miliki di atas muka bumi, dan itu diakui oleh lembaga hak asasi manusia  mana pun. Namun kenyataannya, perlakuan militer dan Budha radikal di Myanmar sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan luhur masyarakat dunia. Kebencian telah membutakan mata dan hati mereka, sehingga mereka tidak bisa membedakan, mana orang yang layak diperangi dengan senjata, dan mana masyarakat sipil yang tidak berdosa.

Adalah wajar, sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki letak geografis yang sama dengan Myanmar, Indonesia mengambil peran. Seorang muslim diperintahkan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang yang berasal dari agama selain dari mereka (Q.S Al Hujurat), sepanjang non muslim tersebut tidak mengusir atau membunuh mereka. Makanya sangat keras teguran Rasulullah kepada orang muslim yang melakukan kekerasan pada non muslim di negara yang aman. Logikanya, sedang dengan agama lain saja orang muslim diperintah demikian, bagaimanakah terhadap saudaranya sesama muslim? Orang yang sama-sama mengucapkan syahadat, beribadah kepada Tuhan yang sama, dan memiliki orientasi akhirat yang menuju ke satu titik, yaitu mencari keridhaan Allah, mungkinkah mereka hanya diam?

Islam menegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara, yang artinya wajib hukumnya setiap orang yang mengaku beragama Islam melindungi saudaranya yang teraniaya. Makanya saya sangat merasa miris ketika ada yang menulis, “Jangan impor isu Myanmar ke dalam negeri”. Seolah-olah Indonesia berada pada lingkaran kecil wilayah yang tidak berhak untuk berkontribusi pada kehidupan global. Bahkan yang lebih mirisnya, ujaran seperti itu menggambarkan penderitaan Rohingya menjadi beban/masalah yang boleh ditendang kian kemari.

Dalam sejarah bisa ditemukan fakta yang menarik, ketika muslim menjadi mayoritas maka kelompok minoritas bisa beribadah dengan tenang. Tapi coba perhatikan sebaliknya, bahkan di abad ini, ada banyak penduduk Eropa yang katanya manusia modern, berani berdemonstrasi di negara mereka yang mayoritas Kristen, dengan spanduk “Reject Muslims”. Silahkan cari satu spanduk di negara mayoritas Islam yang menulis konten provokatif seperti itu pada salah satu agama pada unjuk rasa terbuka. Ketika umat Islam menjadi minortas maka mereka akan dikikis habis-habisan, tanpa mendapat perlakuan yang sama di mata hukum internasional.

Saya menulis bukan karena kebencian pada agama tertentu, khususnya Agama Budha. Karena menurut saya adalah diluar nalar jika dengan tragedi Rohingya, umat Islam Indonesia memusuhi orang-orang Budha yang ada dalam negeri kita. Saya menulis keresahan ini murni karena rasa kemanusiaan dan terpampangnya kezaliman di depan mata. Makanya hati-hati dalam mengelola isu-isu seperti ini, terutama akan datang sebentar lagi kelompok-kelompok yang muncul sebagai ‘pahlawan penyelamat toleransi’. Padahal saudara-saudara muslim yang demo membela Rohingya akhir-akhir ini, tidak satu pun yang mengarah untuk mengganggu kondisivitas kehidupan beragama di Indonesia. Orang Budha tetap bisa bebas beribadah di negeri ini dan jangan mau kita diadu domba, sebagai alat untuk mendulang suara beberapa politisi busuk.


Pemerintah Indonesia sangatlah wajar mengambil sebarang tindakan yang keras terhadap pemerintah Myanmar, yang terbukti melindungi kegiatan tentaranya melakukan genosida pada etnik Rohingya. Wajar jika kita mengusir duta besar mereka sebagai bentuk protes keras, jika bangsa ini benar-benar masih memiliki martabat. Pengusiran diplomatik bukanlah tindakan pengecut, melainkan salah satu langkah yang diambil oleh negara yang berwibawa karena prinsip kemanusiaan. Selain itu Indonesia mesti mengambil peran untuk mengakomodasi kekuatan di kawasan Asia Tenggara untuk mendukung Rohingya dengan menekan Myanmar dari segala sisi. Berdasarkan data statistik di lapangan, sudah saatnya para pemimpin Myanmar di bawa ke pengadilan internasional, karena telah melakukan pembantaian dan pengusiran secara besar-besaran terhadap manusia di abad modern.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar