Cara Smart Mengelola Keuangan Masjid dengan Sistem Semester - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Sabtu, 07 Oktober 2017

Cara Smart Mengelola Keuangan Masjid dengan Sistem Semester

Masjid-masjid besar jika kita perhatikan saldo infak yang mereka simpan di bank, sungguh menakjubkan. Bahkan ada yang mencapai angka ratusan juta rupiah, dan itu terus ditimbun dengan sedekah jemaah yang terus mengalir. Sehingga secara sekilas hal itu sudah berubah seperti sebuah ajang kompetisi antara masjid yang satu dengan yang lainnya, ingin menunjukkan bahwa masjid merekalah yang paling banyak meraup rupiah. Ini terjadi biasanya pada masjid-masjid mewah di tengah kota, dikelilingi oleh dermawan dan tempat strategis ketika orang singgah dalam suatu perjalanan. Namun apakah “timbunan” uang infak tersebut adalah pilihan yang bijak?
Tentu saja ini menjadi suatu hal yang janggal bagi orang Islam yang menyerapi fenomena sosial. Masih sangat banyak masjid-masjid dan surau di daerah sana yang masih terbengkalai dalam pembangunan. Masih ramai kita temukan anak-anak berdiri dengan bakul yang terbuat dari anyaman rotan di tepi jalan, meminta sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah. Terkadang jangankan memberi, malah pengendara merasa terganggu, dan tidak jarang mereka menghardik dengan muka masam. Sementara itu musafir, kaum dhuafa, dan orang-orang yang kurang beruntung lainnya masih banyak yang menjerit di setiap bengkolan keramaian kota, sampai ke sudut-sudut perkampungan, kegerahan menanggung beban hidup yang semakin hari tidak menentu. Mereka semua adalah orang Islam, bersyahadat, dan menyembah Tuhan yang sama dengan si pengurus masjid-masjid megah.

Jika ada yang mengatakan bahwa uang zakat sudah ada untuk menanggulangi mereka, pertanyaannya, apakah sudah cukup? Sudah jadi rahasia umum berapa jumlah uang zakat di Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah Daerah (BAZISDA) dan bagaimana ribet proses pencairannya. Selain itu cakupan BAZISDA sangat luas, sehingga kecil kemungkinan penerima zakat akan merasa terpenuhi kebutuhan mereka dengan bantuan yang diterima dari lembaga zakat tersebut. Sementara kebutuhan kaum muslimin sangat banyak dan bahkan mendesak, sehingga diperlukan penanganan yang kreatif dan solutif terhadap dana-dana lembaga umat Islam, termasuk dalam hal ini keuangan masjid.
Kita tentunya tidak ingin niat baik jemaah yang menyumbangkan hartanya untuk masjid ternodai dengan kebijakan pengurus masjid dengan cara mengendapkan duit di bank. Pada kesempatan ini saya ingin menawarkan ide tentang manajemen penggunaan dana umat yang bisa dikatakan melimpah di masjid-masjid besar. Caranya adalah, masjid bisa mengkalkulasikan anggaran kebutuhan mereka selama 6 bulan (semester) ke depan. Anggaran tersebut mesti habis untuk jangka waktu tersebut. Mulai dari biaya listrik per bulan, air, honor imam, muazin, dan marbot, gaji guru MDA,  honor khatib jumat, dan bahkan siapa-siapa saja yang akan memberikan tausiah selama 6 bulan yang akan datang sudah dikalkulasikan semua. Sehingga, jika telah dihitung budget seperti itu, dana yang tersisa ini layaklah disumbangkan kepada masjid-masjid lain yang sedang mengadakan proses pembangunan. Untuk cara penganggaran berikutnya, setelah program 6 bulan diawal itu terlaksana, pendapatan masjid pada bulan ini misalnya, bisa dikalkulasikan berapa dana yang dibutuhkan untuk satu bulan berikutnya (di belakang semester), itu disimpan, dan dana yang berlebih didistribusikan.
Dana itu tidak hanya bisa digunakan untuk pembangunan masjid lain secara fisik, ia bisa juga digunakan untuk membantu operasional, sehingga niat baik umat dalam memberikan infak mereka ke masjid tersalurkan secara paripurna. Selain menyebarkan dana masjid besar ke masjid lain, dana tersebut juga bisa disalurkan terhadap hal-hal yang sifatnya menyangkut kebutuhan mendesak umat Islam. Pengurus masjid tidak mesti ketat mengatakan bahwa uang masjid untuk masjid, tetapi juga bisa digunakan untuk pemberdaayaan umat dan memberatas ketimpangan sosial. Betapa banyak umat Islam yang masih hidup di bawah standar kesejahteraan, pendidikan mereka kesulitan, dan ekonomi umat yang terseok. Masjid bisa mengambil peran aktif dalam hal ini, seperti bantuan langsung atau bantuan pinjaman modal dengan angsuran ringan per bulannya.
Tulisan ini muncul karena kegelisahan penulis dari hasil pengamatan pada beberapa masjid kita yang tidak efektif sama sekali dalam mengurus keuangan mereka. Penulis melihat sisa kas masjid yang menggunung, sementara masjid yang bersangkutan tidak ada lagi aspek fisik yang perlu dibangun. Jangan paksakan pembangunan fisik pada aspek yang tidak perlu, sementara mental umat sedang sakit. Untuk apa berdiri masjid-masjid megah jika jamaah yang menghidupkannya hanya dalam hitungan jari. Bahkan dengan uang yang banyak tersebut, program kajian kepemudaan sering terabaikan, sehingga banyak pemuda-pemuda yang tidak memiliki rasa cinta pada masjid dan pada agamanya. Kembalikan uang umat kepada umat, karena banyak sedikitnya kas masjid bukan untuk menentukan jelek atau bagusnya prestasi pengurus, melainkan sejauh mana upaya pengurus mengelola dana masjid secara efektif, efisien, dan berorientasi pada pembangunan umat Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar