Organisasi Mahasiswa: Salah Satu Alat Penentu Arah Masa Depan - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Minggu, 26 November 2017

Organisasi Mahasiswa: Salah Satu Alat Penentu Arah Masa Depan

Belajar merupakan suatu aktivitas yang sangat luas dan banyak hal yang bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari apa yang disebut sebagai “proses belajar” itu. Duduk di kelas, mendengarkan apa yang disampaikan guru dan dosen, sebenarnya hanya secuil dari aktivitas belajar. Namun di luar hal itu, seorang pembelajar memiliki ranah yang tidak terbatas untuk dapat mereka arungi demi mencapai dermaga mana yang mereka inginkan.
Organisasi kampus bisa dikategorikan sebagai alat untuk belajar bagi mahasiswa. Salah besar jika ada yang mengatakan organisasi kampus akan mematikan prestasi akademik pelajar. Sebenarnya, ada banyak hal yang diajarkan dalam organisasi yang tidak mampu diajarkan oleh dosen di bangku perkuliahan. Kemampuan organisasi inilah yang amat penting bagi mereka untuk meraih sukses di masa depan.

Sebenarnya apa manfaat organisasi dalam menunjang kesuksesan? Organisasi mahasiswa adalah wadah pembelajaran yang dinamis. Di sana, mereka dididik bukan hanya bagaimana memimpin suatu perkumpulan, tapi yang lebih penting lagi mereka diajarkan untuk membaca dimana posisi mereka, bagaimana bersikap kepada orang lain, sensitifitas yang tinggi pada fenomena sosial, dan melahirkan ide-ide kreatif untuk menyongsong kemajuan global.
Kita sebenarnya bisa melihat pola ini pada para mantan mahasiswa ketika mereka selesai melaksanakan studi di sebuah perguruan tinggi. Ada perbedaan yang sangat menonjol antara seseorang yang telah terbiasa dengan organisasi kampus dengan orang yang hanya menganggap kuliah sebagai pelepas tanggung jawab belaka. Perbedaan itu terlihat dari “keterpakaian” mereka di tengah masyarakat, cara memandang suatu masalah, dan akses memperoleh informasi lowongan pekerjaan atau beasiswa.
Seseorang yang matang berorganisasi di dunia kampus, biasanya memiliki pola komunikasi yang baik di lingkup masyarakatnya. Orang-orang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepadanya. Ilmunya diakui secara defacto dan dejure, digolongkan sebagai intelektual muda yang merupakan bagian dari problem solver. Masyarakat akan meminta pendapatnya untuk menanggapi suatu masalah, jika pun tidak diminta, ia berinisiatif menawarkan gagasannya. Gagasan tersebut disampaikan memakai kata-kata sederhana yang mudah dicerna oleh segenap lapisan masyarakat, namun tetap mengandung ide-ide yang keatif. Sehingga ia terlibat aktif dalam aktivitas sosialnya, dalam arti kata ia membaur, bukan sekedar pencetus ide tapi juga siap bekerja sama dengan komunitasnya dalam menjalankan ide tersebut. Inilah yang dimaksud dengan kata “terpakai” di atas.
Sementara itu dalam hal memandang suatu persoalan, mereka lebih objektif dan cermat. Mereka yakin setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya dengan menggunakan pendekatan humanistik. Hal ini bukan berarti mentolerir kejahatan, melainkan bersedia melakukan mediasi atas suatu perselisihan akibat mispersepsi atau miskomunikasi yang sering terjadi dalam struktur sosial. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dengan melihat persoalan dari berbagai perspektif dan menggali akar yang melatarbelakangi persoalan itu muncul. Kedatangannya bukan sebagai pembenaran pihak yang berkuasa melainkan mencari kebenaran untuk membela siapa yang layak untuk diperjuangkan.
Hal yang ketiga yang paling signifikan adalah, para mantan aktivis kampus yang digadang-gadang sebagai generasi mileneal itu, mempunyai akses yang tidak terbatas pada informasi, yang dimanfaatkan untuk menunjang karirnya dan menyokong orang-orang di sekitarnya. Mereka memiliki jaringan yang luas berupa para alumni organisasi yang tersebar di berbagai lini profesi dan keahlian. Alumni tersebut bisa jadi merupakan sebagai “alat” bagi mereka memperoleh pekerjaan dan peluang beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
 Inilah hakekat belajar yang sesungguhnya, saling bertukar informasi dan merancang gagasan dalam komunitas sosial, sehingga terjadi peningkatan kapasitas dan kualitas diri seseorang menjadi lebih tahu, lebih peka, lebih terampil, dan lebih  beretika kepada orang lain. Universitas kehidupan terbentang luas setelah mereka tamat dari dunia kampus, maka organisasi kampus merupakan mesin yang amat penting sebagai alat untuk mengarunginya kelak.
Sebagai sarjana, mereka dianggap sebagai ilmuan muda yang telah ditempa dalam dunia kampus dalam hal kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, dan sebagainya. Sepatutnya mereka tidak gamang menghadapi persaingan di luar sana, karena hal itu juga sudah mereka hadapi dalam skala kampus, terutama pembentukan karakter dalam berorganisasi.
Tapi lihatlah saat ini, sungguh miris nasib sarjana-sarjana kita. Sebagian besar dari mereka, selesai pakai toga, meringkuk di rumah, untuk terus menerima huluran tangan orang tua. Bahkan di suruh merantau pun mereka bingung hendak pergi ke mana. Coba telusuri apa aktivitas kelompok ini selama perkuliahan. Jika mereka mengklaim sebagai orang yang aktif di organisasi, mustahil rasanya menjadi seperti yang demikian. Karena organisasi bukan memanjakan mereka untuk menjadi penerima, melainkan melatih mereka untuk selalu memberi.


Notes: Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku, "Nyata Bekerja Cerdas Berkarya" yang diterbitkan oleh PPI Malaysia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar