Belajar merupakan suatu aktivitas yang sangat luas dan banyak
hal yang bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari apa yang
disebut sebagai “proses belajar” itu. Duduk di kelas, mendengarkan apa yang
disampaikan guru dan dosen, sebenarnya hanya secuil dari aktivitas belajar.
Namun di luar hal itu, seorang pembelajar memiliki ranah yang tidak terbatas
untuk dapat mereka arungi demi mencapai dermaga mana yang mereka inginkan.
Organisasi kampus bisa dikategorikan sebagai alat untuk belajar
bagi mahasiswa. Salah besar jika ada yang mengatakan organisasi kampus akan
mematikan prestasi akademik pelajar. Sebenarnya, ada banyak hal yang diajarkan
dalam organisasi yang tidak mampu diajarkan oleh dosen di bangku perkuliahan.
Kemampuan organisasi inilah yang amat penting bagi mereka untuk meraih sukses
di masa depan.
Sebenarnya apa manfaat organisasi dalam menunjang kesuksesan?
Organisasi mahasiswa adalah wadah pembelajaran yang dinamis. Di sana, mereka
dididik bukan hanya bagaimana memimpin suatu perkumpulan, tapi yang lebih
penting lagi mereka diajarkan untuk membaca dimana posisi mereka, bagaimana
bersikap kepada orang lain, sensitifitas yang tinggi pada fenomena sosial, dan
melahirkan ide-ide kreatif untuk menyongsong kemajuan global.
Kita sebenarnya bisa melihat pola ini pada para mantan mahasiswa
ketika mereka selesai melaksanakan studi di sebuah perguruan tinggi. Ada
perbedaan yang sangat menonjol antara seseorang yang telah terbiasa dengan
organisasi kampus dengan orang yang hanya menganggap kuliah sebagai pelepas
tanggung jawab belaka. Perbedaan itu terlihat dari “keterpakaian” mereka di
tengah masyarakat, cara memandang suatu masalah, dan akses memperoleh informasi
lowongan pekerjaan atau beasiswa.
Seseorang yang matang berorganisasi di dunia kampus, biasanya
memiliki pola komunikasi yang baik di lingkup masyarakatnya. Orang-orang
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepadanya. Ilmunya diakui secara
defacto dan dejure, digolongkan sebagai intelektual muda yang merupakan bagian
dari problem solver. Masyarakat akan meminta pendapatnya untuk menanggapi suatu
masalah, jika pun tidak diminta, ia berinisiatif menawarkan gagasannya. Gagasan
tersebut disampaikan memakai kata-kata sederhana yang mudah dicerna oleh
segenap lapisan masyarakat, namun tetap mengandung ide-ide yang keatif.
Sehingga ia terlibat aktif dalam aktivitas sosialnya, dalam arti kata ia
membaur, bukan sekedar pencetus ide tapi juga siap bekerja sama dengan
komunitasnya dalam menjalankan ide tersebut. Inilah yang dimaksud dengan kata
“terpakai” di atas.
Sementara itu dalam hal memandang suatu persoalan, mereka lebih
objektif dan cermat. Mereka yakin setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya
dengan menggunakan pendekatan humanistik. Hal ini bukan berarti mentolerir
kejahatan, melainkan bersedia melakukan mediasi atas suatu perselisihan akibat
mispersepsi atau miskomunikasi yang sering terjadi dalam struktur sosial.
Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dengan melihat persoalan dari
berbagai perspektif dan menggali akar yang melatarbelakangi persoalan itu
muncul. Kedatangannya bukan sebagai pembenaran pihak yang berkuasa melainkan
mencari kebenaran untuk membela siapa yang layak untuk diperjuangkan.
Hal yang ketiga yang paling signifikan adalah, para mantan
aktivis kampus yang digadang-gadang sebagai generasi mileneal itu, mempunyai
akses yang tidak terbatas pada informasi, yang dimanfaatkan untuk menunjang
karirnya dan menyokong orang-orang di sekitarnya. Mereka memiliki jaringan yang
luas berupa para alumni organisasi yang tersebar di berbagai lini profesi dan
keahlian. Alumni tersebut bisa jadi merupakan sebagai “alat” bagi mereka
memperoleh pekerjaan dan peluang beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang
yang lebih tinggi.
Inilah hakekat belajar yang sesungguhnya, saling bertukar informasi
dan merancang gagasan dalam komunitas sosial, sehingga terjadi peningkatan
kapasitas dan kualitas diri seseorang menjadi lebih tahu, lebih peka, lebih
terampil, dan lebih beretika kepada orang lain. Universitas kehidupan
terbentang luas setelah mereka tamat dari dunia kampus, maka organisasi kampus
merupakan mesin yang amat penting sebagai alat untuk mengarunginya kelak.
Sebagai sarjana, mereka dianggap sebagai ilmuan muda yang telah
ditempa dalam dunia kampus dalam hal kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab,
dan sebagainya. Sepatutnya mereka tidak gamang menghadapi persaingan di luar
sana, karena hal itu juga sudah mereka hadapi dalam skala kampus, terutama
pembentukan karakter dalam berorganisasi.
Tapi lihatlah saat ini, sungguh miris nasib sarjana-sarjana
kita. Sebagian besar dari mereka, selesai pakai toga, meringkuk di rumah, untuk
terus menerima huluran tangan orang tua. Bahkan di suruh merantau pun mereka
bingung hendak pergi ke mana. Coba telusuri apa aktivitas kelompok ini selama
perkuliahan. Jika mereka mengklaim sebagai orang yang aktif di organisasi,
mustahil rasanya menjadi seperti yang demikian. Karena organisasi bukan
memanjakan mereka untuk menjadi penerima, melainkan melatih mereka untuk selalu
memberi.
Notes: Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku, "Nyata Bekerja Cerdas Berkarya" yang diterbitkan oleh PPI Malaysia.
Notes: Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku, "Nyata Bekerja Cerdas Berkarya" yang diterbitkan oleh PPI Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar