Cerita dari Terengganu dan Kelantan - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Selasa, 12 Desember 2017

Cerita dari Terengganu dan Kelantan

Saya diajak Abe, teman satu kost, untuk jalan-jalan ke kampungya ke Terengganu. Kebetulan dia ada cuti hingga hari Ahad depan jadi kesempatan itu ia gunakan untuk berjumpa keluarga di kampung halaman. Sementara saya memang sudah tidak ada kelas lagi, sedang menunggu jadwal pembentangan proposal dari fakulti, dan sudah tiga minggu sejak proposal saya serahkan, namun belum ada pemberitahuan untuk seminar. Jadilah saya tertarik untuk menjelajah salah satu negeri di Malaysia itu. Sekalian dalam ingatan saya, mau menikmati semilir angin pantai dan membaui aroma ombak Laut Cina Selatan. Sudah lama rasanya tidak ke pantai, terakhir seingat saya, saya ke pantai Bulan Mei kemaren waktu ke Aceh. Sekarang saatnya anak pantai main ke pantai.

Rabu pagi, tanggal 29 November, selepas shalat subuh, saya berkemas mempersiapkan segala sesuatu keperluan yang diperlukan selama perjalanan. Sebenarnya tidak banyak, tapi bagi saya ini perjalanan yang paling spontan, tanpa perencanaan terlebih dahulu. Bayangkan, kemaren Abe, sepulang dari kampus, di kost dia langsung mengajak saya untuk ikut ke kampungnya. Awalnya saya bimbang untuk pergi, tapi akhirnya saya menyetujui dan langsung hari itu kami pergi ke penjualan tiket bus untuk membeli tiket 1 lagi, buat saya, karena Abe sudah beli jauh-jauh hari. Selasa sore beli tiket untuk keberangkatan esok, pada hari Rabu paginya. Sementara harga tiket dari Tanjong Malim ke Terengganu (Jerteh) adalah RM 52, dengan menempuh perjalanan bus kurang lebih 9 jam.

Setelah berkemas dan memastikan tidak ada barang bawaan yang ketinggalan, kami turun dari rumah menuju bus station. Kami diantar oleh Bg Fizi ke sana dengan mobil beliau, tapi sebelumnya kami singgah di kampus dulu, karena beliau touch card buat kehadiran. Bg Fizi ini teman serumah kami dan beliau bekerja sebagai staf di chancellory UPSI. Udara pagi sangat segar dan matahari bersinar dengan lembut. Tidak terlihat sesak kendaraan seperti biasa di jalan raya, karena siswa sekolah di Malaysia sedang cuti. Di sini, cuti akhir tahun siswa sekolah sangat lama, terhitung sejak pertengahan November hingga awal Januari baru mereka masuk kelas.

Sekitar pukul 8 am, kami sampai di bus station. Kami menurunkan barang dan tidak lupa berterima kasih pada bg fizi karena telah mengantar kami. Abe langsung mencari kursi tunggu yang pas untuk kami duduk dan meletakkan barang bawaan. Orang-orang di sini belum terlalu ramai, mungkin karena terlalu pagi. Saya membuka bungkusan roti yang sempat saya beli semalam. Karena saya memiliki jam sarapan pada pukul 8 am, untuk mencegah maag agar tidak kambuh. Kami sarapan roti sembari menunggu jadwal keberangkatan. Tapi sepertinya busnya kali ini tidak tepat waktu dan mengalami keterlambatan yang cukup lama, hingga 2 jam lebih.

Jam 10.00 am penumpang menaiki bus dengan perasaan kesal karena membayangkan akan sampai di tempat tujuan pada malam hari. Kami pun menaiki bus dan siap menikmati perjalanan ke Terengganu. Saya telah siap dengan paket data dan power bank untuk membaca selama perjalanan, atau tidur jika mata sudah lelah. Tidak lama menunggu penumpang untuk naik, bus pun melaju dengan pelan, dan seterusnya menambah kecepatan secara stabil. Tempat duduk penumpang di bus ini terbilang sangat nyaman, kursi yang bisa diatur sandarannya, ada ac, dan jendela yang bila ditutup dan singkap untuk melihat pemandangan di luar. Kebtulan saya memilih duduk yang dekat jedela di barisan tengah.

Bus berhenti di sebuah rumah makan sekitar pukul 1.30 pm untuk mengisi asupan nutrisi penumpang dan sopir. Kami pun turun karena perut dari tadi menuntut dimasukkan nasi, ternyata roti saja tidak cukup. Kami (saya dan Abe) makan dengan lahap serta disajika segelas es teh, masing-masing kami bayar 6 myr. Usai makan, saya mencari surau terdekat untuk menunaikan shalat zuhur sekaligus jamak qshar dengan ashar. Abe pun menyusul, untuk menunuikan kewajiban sebagai muslim tersebut. Kami memberi cemilan sebelum naik ke bus, ada kedai kuih-kuih ringan di sebelah rumah makan, dan kita dapat membelinya dengan harga yang bisa dijangkau. Saya tidak tahu dimana tepatnya kami berhenti, tapi yang pasti masih terdapat gerimis dan genangan air hujan yang intensitasnya sangat sering beberapa hari terakhir. Di tv sebelumnya diinformasikan bahwa di beberapa daerah Terengganu dan Kelantan ada yang terendam banjir. Saya konfrimasi Abe, dia katakan di kampungnya alhamdulillah tidak ada banjir.

Usai istirahat siang, perjalanan kembali dilanjutkan menuju terminal pemberhentian akhir. Tampak di luar langit  masih gelap mengandung hujan, dan sebagian besar penumpang memilih untuk menurunkan sandaran kursi, siap untuk mendengkur. Saya kembali melanjutkan bacaan, terutama mendalami sejarah Terengganu dan Kelantan karena 2 negeri ini bisa dikatakan Acehnya Malaysia. Mereka menerapkan syariat Islam dalam kehidupan keseharian dan terkenal dengan masyarakat yang taat dalam beribadah. Bahkan masjid termegah dan terbesar di Malaysia saat ini ada di Kuala Terengganu (Ibukota Terengganu), Masjid Kristal. Dari bacaan saya juga tahu bahwa dulunya negeri-negeri ini menyatu dengan Thailand bagian selatan dalam sebuah kerajaan, tetapi terpisah ketika terjadi penjajahan oleh Inggris. Makanya orang Pattani, suku di Thailand bagian selatan, mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan berbahasa Melayu. Bahasa Melayu Terengganu/Kelantan berbeda dengan bahasa melayu yang digunakan oleh negeri-negeri di semenanjung lainnya. Kalimat mereka lebih pendek-pendek, seperti: "makan" jadi "make", "ayam" jadi "aye", dan banyak kata-kata lainnya.

Tidak terasa hari sudah beranjak petang, dan bus sedang melewati Kelantan menuju Terengganu. Abe tinggal di Jerteh, Besut, dekat perbatasan antara Terengganu dan Kelantan. Ternyata untuk mencapai msjid kristal dibutuhkan perjalanan yang cukup jauh lagi, karena masjid itu terletak di ibukota Terengganu, Kuala Terengganu. Pepohonan rimbun menghiasi tepian jalan perlintasan bus, suasana perkampungan sangat kental, tetapi kondisi jalan raya tetap bagus. Bus sesekali melabat karena ada genangan air di badan jalan. Di sela-sela pemandangan luar tampak bangunan-bangunan sekolah dan orang-orang yang berlalu lalang di jalanan, mereka memakai kerudung syar`i dan menjaga adab.

Pukul 8.00 pm bus tiba di terminal Jerteh, dan penumpang secara teratur keluar, tidak sabar membayangkan rumah tercinta. Di pintu bus telah menunggu ibu Abe, beliau teresenyum menyambut kami. Abe langsung bersalaman dan mencium tangan ibunya, sedang saya hanya tersenyum menyapa dan mendekapkan tangan ke dada, karena tidak boleh bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram. Beliau mengajak kami untuk memasukkan barang-barang ke dalam bagasi mobil yang telah terparkir. Kami pun bergegas menyusun barang bawaan dan bergegas meminta izin untuk shalat isya sekalian jamak takhir maghrib terlebih dahulu di masjid terminal, sebelum pulang. Beliau mengizinkan, dan sementara kami shalat beliau pergi ke pasar malam, karena kakak Abe juga sedang di sana membeli barang-barang keperluan mereka. Kata Abe, hari ini ada pasar malam di bandar, sekitar terminal, sehingga memang ramai orang mendatanginya. Kami tidak lama berdiskusi di sini, karena kami juga berlomba untuk mencari tandas dan berwudhu.

Saya dan Abe kembali ke parkiran mobil usai menunaikan shalat, diiringi rintik-rintik hujan yang cukup awet dari tadi. Di sana sudah menunggu ibu Abe dengan kakak perempuannya, untuk selanjutnya bersiap pulang ke rumah mereka. Perkenalan kami mulai lebih detail ketika di perjalanan, ibu Abe menanyakan, saya siapa, dan saya pun dengan senang hati menceritakan sekelumit tentang diri saya. Mengenai beliau sendiri, namanya Roshani, selanjutnya saya disuruh menyapa beliau dengan Mak Cik Roshani. Beliau adalah seorang guru seni lukis di salah satu sekolah menengah di Terengganu ini. Abe merupakan anak bungsu beliau, di mana ada 2 orang kakak perempuan Abe. Kakak yang pertama, sedang di Kuala Lumpur, bekerja, dan yang kedua yang sedang mengendarai mobil kami ini. Kakak yang kedua ini namanya Ika. Dia juga masih belajar layaknya saya, mahasiswa master di UPM. Keluarga Abe menurut saya sangat ramah dan sejak awal berjumpa kesan itu sudah tampak, terutama ibunya. Beliau suka bercerita dan berbagi pengalaman. Ternyata hobi beliau adalah traveling, dan sudah berkunjung beberapa kali ke Indonesia, terutama ke Bandung dan Medan. Keluarga mereka juga sudah pergi ke banyak negara untuk menjelajah. Makanya tidak heran, beliau sama sekali tidak kaku dan canggung menerima orang baru seperti saya.

Tidak terasa, kami sudah memasuki perkarangan rumah yang cukup luas, rupanya kami sudah sampai. Kami turun dan saya edarkan pandangan kiri kanan, melihat keadaan sekitar. Rumah Abe terbilang cukup besar untuk ukuran rumah di perkampungan. Halamannya dihiasi dengan aneka bunga dan ada kolam ikan yang airnya mulai penuh karena ditetesi hujan sedari pagi. Udara dingin menusuk kulit dan tetes-tetes air hujan masih tersisa. Sementara jarak rumah Abe dengan rumah lainnya tidak terlalu dekat, sehingga tidak ada rumah berdempetan. Mak Cik Roshani menyuruh kami semua untuk masuk. Sampai di dalam rumah kami dipersilahkan untuk beres-beres, ganti pakaian, dan langsung diajak ke ruang makan. Saya sangat merasa berterima kasih, karena rasa lapar akan segera berakhir. Kami disuguhkan nasi kuning dengan ayam goreng yang sangat lezat. Mau tidak mau saya menambah porsi nasi karena beliau senantiasa menyuruh untuk tambah karena saya dilarang untuk malu-malu dan sungkan. Usai makan dan mengobrol sebentar dengan Abe dan keluarganya, saya beranjak ke kamar yang telah disediakan untuk mengistirahatkan diri, siap menyambut pagi pertama di Terengganu.

 (Bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar