Lama sudah saya tinggal di sekitar masjid ini dan memperhatikan pola pengajaran agama kepada jamaah yang diterapkan oleh pengurusnya. Bisa dikatakan hampir tiap malam, bahkan siang hari, ada pengajian agama yang dipandu oleh ustadz-ustadz yang dicari sendiri oleh pengurus. Sungguh saya tidak alergi dengan pengajian, tapi selama 1 tahun ini mungkin bisa dihitung dengan jari saya duduk dalam masjid mendengar kajian yang disampaikan. Saya lebih memilih pengajian di YouTube yang disajikan secara menarik, mudah dipahami, dan sangat bisa diterima akal orang awam seperti saya ini.
Kembali ke pembahasan awal, sebenarnya bukan saya saja jamaah yang "membangkang" dengan pengajian di masjid ini. Coba perhatikan, kajian yang disampaikan ustadz hanya dihadiri paling banyak 10 orang jamaah di dalam masjid. Selebihnya berada di beranda luar masjid, mereka berbincang, bercanda, ada yang membaca Quran, serambi menunggu ustadz menyelesaikan ceramahnya. Orang-orang ini biasanya bertahan di luar masjid sembari menunggu waktu isya untuk shalat berjamaah karena pengajian sering diadakan selepas maghrib. Jamaah yang berada di beranda masjid ini biasanya jauh lebih ramai dari pada yang di dalam. Namun agaknya luput dari analisis pemikiran pengurus masjid, mengapa hal ini bisa terjadi. Begitu pun halnya dengan penceramah, beliau terus fokus membaca teks, tanpa peduli sama sekali dengan fenomena jamaah yang dihadapinya.
Sesekali saya sempat berbincang dengan jamaah yang duduk-duduk di luar itu, menanyakan mengapa mereka tidak ikut di dalam. Saya mendapatkan jawaban yang mengejutkan, mereka mengatakan bosan dengan ustadz-ustadz yang berceramah tidak tentu arah, kadang ustadz itu tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang ilmu agama, dan yang lebih miris lagi sebagian jamaah ini mengatakan bahwa banyak di antara ustadz-ustadz ini hanya mengejar "amplop". Karena seperti yang kita ketahui, bahwa honor penceramah di sini dalam sekali ceramahnya sebanding dengan 1 bulan gaji guru PNS di kampung saya.
Saya tidak akan menyoroti atau menghujat pengurus masjid dalam hal ini, melainkan ingin menawarkan suatu konsep pendidikan berbasis masjid yang bisa merangkul semua jamaah untuk kembali duduk di dalam masjid. Ada beberapa poin penting agar jamaah memiliki kompetensi dan bisa aktif dalam kegiatan-kegiatan masjid. Dalam hal ini bisa saya ringkaskan beberapa poin tahapan program kegiatan. Kedepannya, poin-poin ini bisa dijabarkan secara lebih luas lagi. Berikut beberapa poin yang saya maksud:
1. Pengajian cukup 2 kali sebulan (1 kali khusus untuk kajian anak muda), dengan menghdirkan ustadz-ustadz yang menggugah selera.
2. Mengadakan program itikaf dari maghrib ke isya dengan membentuk kelompok-kelompok tahsin atau murajaah.
3. Menerapkan pendidikan dengan strategi mentoring, tidak usah menggunakan mic karena jamaah akan melingkar berkeliling dengan jumlah maksimal 10 orang dalam setiap lingkarannya, dan jamaah lelaki dan perempuan masing-masing di kelompok yang berbeda.
4. Fokus kompetensi jamaah adalah membaca Quran dengan lancar dan betul secara tajwidnya.
5. Untuk tingkat lanjut, masing-masing kelompok Di bawah bimbingan mentornya, mencoba mengartikan Quran secara per kata, sehingga ke depan jamaah memahami sedikit demi sedikit kata-kata dalam Quran.
6. Mentor berupa volunteer, tidak digaji sama sekali, dan itu bisa siapa saja yang merasa mampu dan mau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar