Mendidik "Telinga" Agar Mendengar - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Jumat, 09 Maret 2018

Mendidik "Telinga" Agar Mendengar

Dalam Islam, seorang ibu dianjurkan banyak membaca Quran ketika hamil, agar bayi dalam kandungannya tenang, dan menjadi anak yang beradab baik di kemudian hari. Hal ini seperti gayung bersambut dengan temuan ilmuan kontemporer, tentang urgensi pendidikan dengan cara memperdengarkan sejak dalam kandungan. Ilmu pengetahuan barat menyarankan ibu hamil mendengarkan musik klasik untuk merangsang kecerdasan otak calon bayi. Temuan ini membuktikan bahwa aspek pendengaran merupakan suatu hal yang amat penting dalam pendidikan individu pertama kalinya.

Bayi banyak belajar dari apa yang dia dengar di lingkungan sekelilingnya. Mulai melafazkan penggalan kata, seperti: "ma, pa, da", dan lain sebagainya, merupakan hasil dari mendengar secara berulang yang berasal dari orang-orang terdekat dari si bayi. Sampai ketika memasuki usia kanak-kanak pun mereka mulai merangkai kata, frasa, dan kalimat dari apa yang didengarnya.

Tidak jarang kita melihat ada anak yang belum genap berusia enam tahun tapi sudah hafal beberapa juz atau bahkan 30 juz Quran. Si anak menghafal itu bukan dari membaca, bahkan mereka belum kenal huruf sama sekali, melainkan dari hasil mendengar yang dia peroleh dari orang tua yang merutinkan bacaan ayat di rumah tangga. Selain itu, VCD/kaset murathal Quran sengaja diperdengarkan oleh orang tua dalam rumah mereka.

Kemampuan mendengar akan terus berkembang sampai sepanjang umur individu itu dan akan mempengaruhi tingkah lakunya. Seperti dua mata pisau, jika digunakan secara tepat, maka akan bermanfaat, begitupun sebaliknya.

Artikel ini akan difokuskan untuk membahas betapa dahsyatnya perubahan yang terjadi pada seseorang, ketika ia mendengar. Anak yang senantiasa diurus dengan kasih sayang dan kata-kata lembut dari orang tua, akan berubah menjadi pribadi yang peduli dan sensitif terhadap lingkungan sekitarnya.

Sementara itu, seorang anak yang dibesarkan dengan carut marut, sumpah serapah, dan kekasaran verbal lainnya, akan bertransformasi menjadi seseorang yang egois, tidak peduli sekitar, keras kepala, dan apatis terhadap orang lain.

Ini merupakan peringatan keras kepada tiga lini sistem sosial, untuk lebih sadar terhadap tantangan pendidikan pada generasi penerus di masa depan. Keluarga, sekolah, dan masyarakat, tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Ketiganya harus saling bahu membahu dalam membentuk suasana pendidikan melalui "pendengaran".

Ketika penulis melakukan praktek lapangan pendidikan di salah satu sekolah di kota Padang pada 2013, penulis menemukan suatu fenomena aneh, yaitu hubungan kenakalan remaja dengan mendengar musik. Setiap pagi angkot-angkot memutar lagu-lagu DJ, remix, dan musik tidak tentu arah lainnya. Itu didengar oleh anak-anak sekolah, dan para penumpang lain yang berdesakan. Bisa dibayangkan, pikiran fresh pagi hari, kadang tidak sempat sarapan di rumah, tapi di angkot disuguhi mendengar kekacauan.

Segala kekacauan itu menghiasi pagi pelajar, dan itu yang akan dibawa ke dalam ruang kelas. Para guru kewalahan menjelaskan pelajaran karena konsentrasi murid sudah tidak stabil sejak awal. Mereka maunya jojing di dalam kelas, lompat sana sini, lempar kertas dari depan belakang, kiri, dan kanan.

Ternyata di sisi lain, mendengarkan musik-musik yang tidak baik akan berimbas pada gaya hidup. Para pelajar yang hobi mendengarkan lagu-lagu Korea, cenderung lebih mengutamakan penampilan fisik, dan malas dalam belajar. Pikiran mereka sudah terbang mengunjungi opa-opa.

Ada juga musik dan nyanyian mengajarkan untuk berzina, seperti: cinta satu malam, sepia, teman tapi mesra, dan lain sebagainya. Kita tidak dapat menampik, bahwa kebiasaan mendengar lagu-lagu yang diiringi musik pengumbar nafsu ini, menjembatani orang lain untuk melakukan perbuatan tak senonoh.

Musik keras, kebisingan, dan tidak ada makna positif, merupakan hal utama yang bisa merusak pemikiran. Otak tidak lagi bisa mencerna mana yang benar dan mana yang salah. Sel syaraf terguncang dan tidak bisa berpikir jernih. Sistem pendidikan kita menjadi rusak akibat pelajar salah "menggunakan telinganya".

Fenomena ini harus segera diatasi kalau tidak mau mewariskan negeri pada generasi yang beringas. Musik keras dan berbau kemaksiatan yang diperdengarkan secara terang-terangan di khalayak ramai, seperti di angkot dan bus kota, harus dilarang. Anak-anak sedari dini  dididik dengan pengajaran dan nasehat luhur tanpa makian. Ayat-ayat Quran diperdengarkan di telinga mereka, sehingga mereka terbiasa dengan kalam ilahi.

Kelak, di akhir penghidupan kita, ketika ajal datang, dia tidak datang sendirian. Sang ajal akan datang bersama dengan apa yang kita dengar selama ini. Sungguh kita tidak mau kehidupan nan abadi terjual dengan kehidupan dunia yang amat sebentar ini. Mulut tidak lagi mampu mengucapkan kalimat tuhan, karena musik-musik berseliweran di sekeliling pembaringan. Menangislah jasad penuh kekecewaan, karena ruh pergi meninggalkannya dengan jeritan melengking dan penuh penyesalan, penyesalan yang tiada berkesudahan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar