Resensi Novel Origin - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Kamis, 22 Maret 2018

Resensi Novel Origin


Dan Brown adalah penulis yang sangat produktif dan melahirkan novel-novel yang tidak sembarangan. Setiap karyanya ditunggu oleh penggemar sastra dari seluruh belahan dunia. Novel pertamannya yang membuat saya kecanduan adalah, The Davinci Code,  yang juga merupakan satu di antara novel-novel terlaris abad ini. Saya sudah mengkhatamkan sebagian besar novel lainnya, seperti: The Lost of Symbol, Inferno, dan Origin.

Keempat novel yang telah saya baca ini terfokus pada kisah petualangan seorang professor muda dari Harvard University, dikenal dengan Professor Robert Langdon. Ia merupakan seorang pakar simbol yang kerap menganalisis tentang pola dan kode yang terdapat pada tiga agama samawi, Yahudi, Kristen, dan Islam. Tidak jarang dia membahayakan dirinya sendiri dengan temuan-temuannya yang sering menghantam inti religiusitas umat manusia, yang selama ini dipercaya sebagai kebenaran absolut, sehingga menimbulkan kemarahan para tokoh-tokoh agama pada tokoh utama kita ini.

Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas tentang novel Dan Brown yang baru saja selesai saya baca, yaitu: Origin. Kisah bermula ketika seorang pakar matematika dan komputer, Edmon Kirsch, ingin menemui tiga orang pemuka agama berbeda yang baru saja menyelesaikan pertemuan tahunan tokoh lintas agama di Spanyol. Mr Kirsch dikenal sebagai pribadi anti pada agama, dan sering dalam ceramah ilmiahnya mencela kitab suci. Gayung bersambut, Uskup Valdespino dan dua orang teman Yahudi dan Islamnya, menyambut keinginan Kirsch untuk bertemu di suatu ruangan yang dirahasiakan.

Rupanya tujuan Edmon mengumpulkan orang terkemuka di bidang agama tersebut untuk mempresentasikan hasil temuan mutakhir dari sains yang diyakini bisa menggulingkan dan menghancurkan dalil-dalil agama selama ini. Temuan Edmon menjawab secara tak terbantahkan dua pertanyaan mendasar kehidupan umat manusia, dari mana kita dan kemana kita akan pergi. Ketiga tokoh agama itu terpaku atas penyajian fakta ilmiah terbaru tentang kejadian manusia yang bertentangan dengan kitab suci. Wajah mereka penuh kengerian dan ketakutan yang mendalam. Mereka meminta Edmon untuk tidak menyebarkan dulu temuannya, dan membiarkan mereka untuk mencari jalan keluar dari hantaman temuan sains tersebut.

Sejak awal kejeniusan Edmon sudah terlihat oleh Langdon, karena dia mantan muridnya di Harvard. Pemikiran dan daya dongkraknya diakui oleh kawan dan lawan dalam bidang teknologi. Ia telah mengembangkan artificial intelligence dengan memprogram perangkat-perangkat elektronik yang memiliki kecerdasan melebihi manusia. Hubungannya dengan Langdon terus terjalin pasca kampus, karena Edmon sangat tertarik dengan bidang simbol, dan berusaha menguak bahwa agama adalah ciptaan manusia itu sendiri. Langdon merupakan kritikus agama, yang reputasinya tidak diragukan lagi dan membuat pendeta dan pastor atau tokoh agama lainnya ketar ketir dengan teorinya.

Tiga hari setelah pertemuan dengan tiga pemuka agama tersebut, Kirsch mengumumkan temuannya ke khalayak ramai. Ia mengundang ratusan saintis dan pakar teknologi modern menghadiri presentasinya, Professor Langdon hadir dalam jajaran tamu istimewa. Acara diadakan di museum Guggenheim, di Bilbao, dan akan disiarkan secara live kepada saluran tv online di seluruh dunia. Kepala museum, Ambra Vidal, mendukung sepenuhnya rencana Edmond dan siap memfasilitasi untuk kelancaran acara. Miss Vidal merupakan tunangan dari Pangeran Julian, pewaris utama takhta Kerajaan Spanyol, yang akan menggantikan ayahnya segera, karena sang raja sedang sakit keras. Sebelumnya miss Vidal tidak tahu, bahkan para kolega Edmon pun tidak tahu satu pun tentang apa yang akan diumumkan oleh si jenius ini.

Malang bagi Edmon, ketika presentasinya setengah jalan, dan belum menyentuh pada menu utama, ia tiba-tiba ditembak oleh sosok misterius yang menyelip sebagai list terakhir dalam daftar tamu. Informasi terakhir, sang tamu dimasukkan atas rekomendasi istana, dan menelpon Miss Vidal agar mengizinkannya untuk mengikuti acara. Edmon jatuh dan tersungkur menemui ajal atas tragedi tersebut. Langdon dan Miss Vidal serasa bermimpi dan tidak percaya dengan peristiwa itu, melihat rekan mereka terkapar sebelum maksudnya tercapai sama sekali. Akibatnya, terjadi kegaduhan yang tidak bisa dielakkan, orang-orang berlarian untuk menyelamatkan diri, dan berbagai macam teori konspirasi pun bermunculan menanggapi pembunuhan ilmuan ateis ini.

Media menuduh bahwa pembunuhan Edmond dirancang oleh kelompok agama yang merasa terancam kedudukan mereka atas temuan yang akan diumumkan. Sementara Miss Vidal dan Langdon segera berinisiatif untuk bekerja sama dan berupaya sekuat tenaga agar temuan Edmond bisa diumumkan, meski dia telah meninggal. Hal itu mereka anggap sebagai bukti tanggung jawab moril mereka kepada sahabat mereka yang tidak mendapatkan keadilan.

Istana Madrid sangat sibuk, karena calon ratu mereka kabur dengan seorang professor Harvard di tengah kekacauan. Bahkan mereka membuat pengumuman bahwa Langdon telah menculik Ambra. Sementara mereka berdua telah terbang ke Barcelona menuju rumah sewa Edmond untuk mencari petunjuk agar bisa mengakses materi presentasinya. Mereka dibantu oleh Winston, robot artificial yang diciptakan Edmond.

Semakin menuju akhir, novel ini semakin membuat pembaca menegang. Bagaimana pertualangan Langdon dan Ambra yang nyaris mengorbankan nyawa mereka untuk menyingkap rahasia Edmond. Pada akhirnya mereka berhasil menemukan materi Edmond dan mengunggah ke internet. Selain itu, kematian Edmond ternyata atas permintaan dia sendiri dan alasannya sungguh mencengangkan.

Saya pribadi, mengusulkan kepada pembaca agar tetap berhati-hati dalam membaca novel ini, karena ada banyak pola pemikiran yang kadang bertentangan dengan kaidah agama. Namun, itu tergantung pada kecerdasan pembaca untuk memilah dan memilih hal positif dan negatif yang disajikan. Mari menjadi pembaca cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar