Hari ini saya mengunjungi seorang sahabat lama yang sedang membawa murid-muridnya ke MKIS. Nama sahabat saya ini adalah Maya dan dia berasal dari Bali. Kami berdua satu angkatan dalam program pertukaran pemuda antarnegara ke Korea Selatan pada 2013 lalu. Terhitung kami sudah tidak bertemu sejak mengadiri Pre Departure Training (PDT) untuk adik-adik angkatan 2014, hingga hari ini mendapat kesempatan lagi bersua. Maya sudah memberi kabar saya sekitar dua bulan sebelum kunjungan ke Malaysia karena dia tahu saya di sini melanjutkan sekolah. Dia dan 7 orang muridnya berada di Kuala Lumpur lebih kurang 5 hari untuk mengikuti beberapa kegiatan di sekolah tersebut.
Saya sampai di MKIS sekitar pukul 10.30 am dan langsung diajak oleh Maya ke kafetaria untuk mencicipi snack. Saya melihat cukup banyak siswa-siswa yang sedang menikmati coffee break mereka. Kata Maya, mereka semua berada di usia sekolah menengah. Tidak ada satu pun yang saya jumpai memiliki rupa yang sama dengan kami, umumnya mereka adalah anak-anak dari ekspatriat yang teerdaftar di beberapa sekolah internasional di Asia Tenggara.
Rupanya Maya merupakan seorang pengajar di sekolah internasional di Bali. Dia datang selain dengan siswa juga bersama satu orang rekan sesama tenaga pengajar di sekolahnya. Namanya Katty dan dia berkewarganegaraan Amerika Serikat. Kami sempat mengobrol di meja yang sama sembari menunggu anak-anak selesai istirahat.
Setelah istirahat di kafe sekolah, para siswa membubarkan diri menuju kelas-kelas yang telah disediakan panitia sebelumnya. Saya diajak Maya untuk berkeliling, melihat suasana sekolah. Meski hari minggu, sekolah ini tetap ramai dengan kegiatan.
Tiba-tiba Maya mengajak saya memasuki ruang kelas. Di sana anak-anak sedang melakukan simulasi sidang PBB. Waah, saya kagum dengan ketangkasan mereka mendebatkan beberapa isu internasional, seperti nuklir Korea Utara, perdagangan internasional, dan situasi politik di berbagai kawasan.
Kemampuan bahasa inggris mereka sudah tidak diragukan lagi karena kita tahu bersama bahwa mereka adalah siswa-siswi sekolah internasional. Cuma banyak dari mereka yang saya lihat keturunan India dan China, juga mampu memilih diksi kata yang baik dalam Bahasa Inggris di ajang tersebut. Saya langsung teringat sebagian besar murid di sekolah-sekolah kita, terutama yang di perkampungan, dalam usia remaja seperti ini, murid-murid kita masih bingung untuk menemukan ibukota Syria letaknya sebelah mana di peta. Sementara mereka begitu jauh melaju bersama kecanggihan teknologi.
Masing-masing meja ditempeli dengan nama negara dan satu orang siswa yang ditunjuk untuk menjadi utusan dari negara tersebut. Sementara di depan, pimpinan sidang mengatur jalannya sidang. Bagi saya tidak terlalu penting ketajaman pembahasan konten, berani saja mereka mendiskusikan isu itu dalam satu acara dengan teman-temannya yang berasal dari sekolah dan negara lain, itu sudah hebat. Mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk sejajar dengan komunitas global. Selain itu, mereka juga merdeka untuk berargumentasi. Inilah yang saya rasa kurang pada generasi kita... (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar