Ulama Penjual Ayat Suci - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Jumat, 20 April 2018

Ulama Penjual Ayat Suci


Kita sedang berada pada zaman yang penuh dengan tipu daya, kebenaran akan terlihat semakin samar, dan kemaksiatan dilegalisasi dengan alasan kebebasan. Sementara hukum tuhan semakin diabaikan. Islam terpecah ke dalam berbagai macam aliran, lengkap dengan atributnya, dan masing-masing mengklaim kelompoknyalah yang berada di atas kebenaran.

Orang-orang alim tidak banyak yang bersuara vokal menyerukan kebenaran ke telinga penguasa. Sebagian besar mereka terduduk dengan hidangan mewah di depan mata, sehingga lupa pada fungsi serta hakikatnya sebagai ulama. Ada yang bersuara lantang ketika dia masih menjadi orang biasa dan jauh dari penguasa. Dalil yang dikeluarkan lengkap dengan nash sebagai penjelasnya. Namun ketika sudah terkenal, masuk tv, dan diundang pejabat, hilanglah "garangnya" terhadap penenegakan hukum agama.

Tentunya sudah diprediksi kejadian ini oleh ayat-ayat Quran yang turun lebih dari 14 abad  lalu. Ulama-ulama seperti ini dikenal sebagai kalangan penjual ayat suci. Keberadaan mereka berada di lingkaran penguasa zalim. Tidak mengambil kira apakah hukum Allah yang dipakai oleh si penguasa, yang penting bagi si ulama umat tidak gaduh. Seolah-olah jika diterapkan hukum Allah di suatu negeri, maka akan membuat kegaduhan dan kekacauan.

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar mengemukakan siapa ulama penjual ayat suci. Berikut kutipan tulisan beliau, "Imam Gahazali banyak sekali menyebut tentang ulama-ulama yang datang mengambil muka kepada orang-orang yang berkuasa, dan mudah sajalah baginya kelak menyembunyikan hukum yang sebenarnya karena mencari kedudukan atau karena takut. Untuk itu mereka dibayar, kadang-kadang dengan diberi gelar yang indah-indah bunyinya, atau pun pangkat atau pun kebesaran, atau pun uang emas berpundi-pundi. Maka terpujilah dia oleh orang-orang yang berkuasa, dikatakan ulama yang pandai menyesuaikan diri, yang maju pikirannya, yang tidak terikat oleh suatu ketentuan dan sebagainya.  Dia pun bersenang hatilah, padahal agamanya telah terjual."

Karakteristik ulama yang dimaksudkan Buya Hamka ini sangat mudah kita jumpai di zaman sekarang. Kita tidak hendak menyebut nama, namun terlampau mati rasa jika kita tidak mampu mengidentifkasi siapa mereka. Orang-orang ini tentunya harus diwaspadai karena sangat berbahaya efek yang ditimbulkannya.

Mereka bukan orang bodoh, malah kualifikasi pendidikannya amat mencengangkan, tetapi secara tidak langsung merekalah yang merusak tatanan umat dari dalam. Apa yang disampaikannya melenakan, seolah-olah semua masalah selesai ketika dia berbicara. Dibalik kata yang membuai itu, mereka mencabik-cabik hukum tuhan dengan dalih toleransi dan kebersamaan.

Satu hal yang mereka lupakan, bahwa hukum Allah itu abadi dan akan tetap ada tunas-tunas generasi yang berusaha menegakkannya di setiap masa dan peristiwa. Kejayaan Islam itu akan bangkit, penguasa zalim akan tumbang, ulama si penjual ayat suci akan musnah, dan dari timur ke barat, selatan ke utara dicucuri rahmat Allah. Maka amat sangat rugilah seorang muslim ketika kekuasaan dititipkan ke tangannya, tidak ia gunakan menolong agama Allah. Mereka, para penguasa-penguasa yang beragama Islam, akan disidang lama di padang mahsyar tentang keengganan dan kelalaian mereka terhadap menegakkan hukum Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar