Penting Berteman dengan Orang Baik - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Senin, 14 Mei 2018

Penting Berteman dengan Orang Baik

Suatu kenikmatan jika dalam hidup berteman dengan orang yang mampu membawa perubahan yang baik pada diri kita. Teman seperti ini tentunya langka, dan jika bertemu hendaknya persahabatan itu dipelihara dan dipertahankan. Lingkup pergaulan menentukan kualitas diri kita dan menjadi acuan orang dalam menilai posisi kita dalam masyarakat.

Teman yang baik menyuntikkan motivasi untuk meraih cita-cita hidup mulia dan terhormat. Dorongan untuk selalu berbuat kebajikan dan peningkatan prestasi selalu diberikannya. Dia tidak meninggalkan kita ketika kesusahan dan menjauh waktu kita mendapat jabatan.

Bagi seorang muslim, tentunya teman terbaik adalah dia yang berusaha membawa dalam ketaatan. Tempat untuk saling berdiskusi dan membuka pikiran tentang keislaman. Dia mau meluangkan waktunya untuk belajar dan mengajarkan Quran kepada sahabatnya. Mereka sibukkan diri dari waktu maghrib ke isya untuk saling bermurajaah.

Sebaliknya orang yang jahat dan menyeleweng usah didekati karena akan membawa mudharat dalam hidup. Namun bukan dalam artian berhenti mendakwahi kebenaran kepadanya,  sebagai tugas mulia seorang muslim. Dalam pergaulan dilarang ikut berkumpul dengan mereka, melakukan hal-hal yang tidak membawa manfaat, dan membenarkan tingkah buruk yang dilakukannya.

Professor Buya Hamka dalam bukunya Lembaga Hidup menegaskan, "Kita wajib menyingkir dari orang yang berpenyakit menular, tapi lebih wajib menyingkir dari orang yang berpenyakit budi. Teman yang tidak baik kelakuannya, yang namanya telah bertanda, kalau didekati juga, kita kena tularnya".

Berdasarakan kutipan Buya di atas, penyakit budi jauh lebih buruk dari pada penyakit menular. Penyakit menular hanya bisa merusakkan fisik, sementara penyakit budi merusak kehormatan dan eksistensi kita sebagai manusia yang nemiliki akal. Jiwa yang sudah terjangkiti penyakit budi akibat salah dalam pergaulan, tidak memiliki martabat lagi sebagai manusia. Pikirannya sudah rusak dengan rasa dengki, sombong, tamak, dan penyakit hati lainnya.

Dewasa ini orang yang berpenyakit budi ini telah pintar "berdandan". Mereka menjelma sebagai ahli urusan politik dan kemasyarakatan. Mereka bersuara lantang di dunia akademik, pandai menggunting dalam lipatan, dan memakai jubah agama untuk menutupi kebusukan jiwanya. Kata-kata yang terucap mereka poles dengan jargon-jargon kebijaksanaan, sehingga membuat orang-orang bodoh dan taklid menyungkur mengaguminya.

Sejatinya, hati yang terang dengan cahaya iman dan ilmu tidak akan mau terperosok dalam kegelapan. Orang-orang yang berilmu akan dibisiki oleh jiwanya untuk mengenali siapa orang yang berpenyakit budi yang harus diwaspadai di sekelilingnya. Mereka tidak akan ikut-ikutan menyembah kebathilan. Jalan hidupnya lurus, tulus, dan penuh keikhlasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar