Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya di sebuah negara kecil yang kemajuannya mengalahkan negara-negara besar di kawasannya, yaitu Singapura. Ini merupakan perjalanan perdana saya ke negara pecahan Malaysia tersebut. Selama ini meski kuliah di Malaysia, tidak terlintas dalam pikiran saya untuk jalan-jalan ke sana. Saya berprinsip, jika ada kegiatan berupa seminar atau kongres barulah saya akan datang berkunjung. Alasan saya ini akan saya jelaskan pada tulisan yang akan datang.
Berawal dari postingan seorang teman di grup watsapp, bahwa ada konferensi gratis-terbatas di Singapura, dan saya pun mencoba mendaftar dengan mengirimkan abstrak dari artikel yang telah saya tulis. Nasib baik menghampiri, abstrak saya dinyatakan diterima dan panitia mengirimkan letter of invitation kepada saya untuk membentangkan gagasan saya di sana. Acara ini diinisiasi oleh National Institute of Education Singapore, yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Oktober 2018 di Nanyang Technological University, Singapore.
Saya mulai mencari infromasi tentang hal-hal yang saya perlukan di Singapura, baik dari segi transportasi Malaysia menuju Singapura, penginapan, dan keadaan publik transportasi di negara itu. Saya pergi hanya sendiri dan harus bisa mandiri dengan belajar secara langsung kondisi lapangan. Saya menemukan tempat menginap melalui aplikasi di internet, cukup murah, hanya Rm 77 untuk 2 malam. Saya booking dari tempat kost di Tanjong Malim. Selanjutnya 2 hari sebelum berangkat, saya datang ke bus stop Tanjong Malim, ternyata ada rute Tanjong Malim-Singapura, tapi tiba di sana malam hari, dan saya tidak mengambil rute itu. Akhirnya saya pilih rute Tanjong Malim-Johor Bharu, dengan jadual ketibaan puku 5 am di JB. Harga sekali jalan adalah Rm 55. Setelah saya pelajari ternyata publik transportasi di Singapura bisa dikatakan lancar dan aksesnya terbuka luas, baik bus, MRT, maupun yang lainnya.
Tanggal 18 Oktober setelah Maghrib saya berangkat ke rumah Pk Leman. Beliau sudah saya anggap ayah saya di sini dan isrti beliau Makcik Nurhaina sebagai ibu saya. Mereka berdualah yang memberikan semangat kepada saya untuk ikut setiap kegiatan yang bermanfaat untuk karir saya ke depan. Sampai di sana, Makcik telah menyediakan makanan untuk saya santap sebelum berangkat. Lengkap dengan bungkusan yang akan saya bawa sebagai bekal di perjalanan.
Sementara hujan dari siap zuhur tadi terus turun, sehingga kami hanya bisa shalat isya berjamaah di rumah. Selesai shalat dan bercerita panjang lebar, saya mohon izin untuj istirahat sebentar dan minta dibangunkan pukul 10 pm. Jam 10.30 Pk Leman mengantar saya ke bus station di tengah gerimis. Jalanan yang licin menuntut kami harus lebih hati-hati dalam berkendara.
Sesampai di stasiun bus Tanjong Malim terlihat beberapa orang juga menunggu keberangkatan mereka. Bus yang kami tunggu datang sekitar pukul 11.30 pm dan langsung menaikkan penumpang. Perjalanan pun dimulai dengan meninggalkan Tanjong Malim. Suasana dalam bus ketika perjalanan malam seperti biasa, lampu penumpang di matikan. Gerimis masih betah turun di luar sana ditutup oleh kegelapan malam. Sepanjang perjalanan saya putuskan untuk tidur, karena saya yakin setelah sampai di Johor nanti kesempatan itu tidak akan dapat lagi sampai check in di hostel Singapura.
Sekitar pukul 5 am bus memasuki terminal sentral Johor Bharu. Saya mendengar ada suara azan dari arah sekitar terminal dan saya pun segera menuju ke sana. Alhamdulillah, saya dapat ikut shalat subuh berjamaah. Masjidnya cukup luas dan nyaman untuk beribadah. Selesai shalat, di depan pintu masjid ada beberapa orang berdiri membagikan sarapan pagi secara gratis. Hal ini sangat jarang kita temukan di masjid-masjid negara kita. Saya pun menolak karena bekal yang saya bawa masih utuh.
Saya meluncur ke lantai 2 mencari kursi tempat makan, karena masjidnya di lantai 3 tidak ada kursi disediakan. Saya membuka bekal yang dibungkuskan Macik tadi. Yaps, goreng ikan dalam satu plastik, sambal petai goreng, keripik singkong, dan nasi 4 bungkus burger. Sungguh nikmat karena itu merupakan sambal kesukaan saya. 1 bungkus nasi telah saya makan dengan lahap, 3 bungkus sisanya saya masukkan lagi ke dalam plastik beserta sambal-sambal yang tadi.
Saya terus berjalan di sekitar terminal, mencari informasi bus menuju Singapura. Tidaklah sulit ternyata, ada banyak bus yang berdiri siap untuk mengantar ke negara tetangga itu. Saya memilih bus yang akan berangkat, namanya Johor-Singapura Express. Ongkos bayar di depan bus saja, jumlahnya Rm 3.30, sungguh murah. Saya pun naik ke dalam bus dan di sana cuma diisi sekitar 5 orang, tapi bus tidak menunggu, dan kami pun berangkat.
Bus terus membawa kami ke bagian imigrasi Malaysia untuk cop passport dan tidak itu tidak lama. Pagi hari jam 7 am saya telah memasuki jembatan yang menjadi pembatas antara Singapura dan Johor. Ternyata luar biasa antriannya, bus mengalami kemacetan karena padatnya lalu lintas di sana pada pagi hari.
Saya lihat keluar melalui jendela di samping, satu jalur motor juga padat, tapi lancar. Belakangan saya tahu bahwa motor itu adalah para pekerja Malaysia yang mencari nafkah di Singapura. Pagi mereka berangkat, sore hari pulang ke Johor dan jumlah mereka sangat banyak.
Akhirnya bus sampai di sebuah gedung setelah melewati antrian panjang di jembatan dan penumpang turun dengan tertib bersiap menuju bagian Imigrasi. Gedungnya cukup tinggi, dan ini sepertinya gerbang utama untuk masuk dari Johor ke Singapura.
Pengunjung mengisi borang terlebih dahulu, baru kemudian antri untuk pengecekan passport. Antrian sangat ramai pagi ini, ditambah dengan pejabat imigrasi yang memberi pertanyaan-pertanyaan pada pelancong, juga menambah waktu. Setelah lama berdiri di garis antrian, tibalah giliran saya.
Di depan saya, petugasnya seorang lelaki Melayu, terlihat dari wajah dan nametag yang melekat di seragamnya. Passport saya dibolak-balik beberapa kali. Saya ditanya mengenai KTP, padahal data diri sudah ada di passport. Saya katakan bahwa KTP saya sudah expired, belum saya perbaharui. Sementara antrian di belakang saya semakin ramai dan sesak. Petugas itu juga belum mau melepas saya. Malah dia berceramah panjang lebar mengapa saya tidak segera ke Indonesia dulu buat KTP. Seorang polisi, menghampiri kami, dan mengusulkan saya dibawa ke office mereka saja.
Akhirnya saya dibawa ke lantai 3 untuk pengecekan lebih lanjut. Sebelumnya saya telah menunjukkan invitation letter dari kampus penyelenggara konferensi, tapi petugas tadi berskeras tidak mau melepas saya. Di lantai 3 saya dihadapkan dengan para petugas imigrasi. Tampaknya mereka lebih senior karena wajah mereka cukup berumur. Saya juga dibawa pada petugas berwajah Melayu.
Singkat cerita, saya kembali menjelaskan maksud kedatangan saya untuk konferensi dan menunjukkan surat dari panitia. Petugas senior itu pun langsung mencop passport saya, sebagai bukti saya diizinkan masuk Singapura. Polisi yang membawa saya ke atas tadi, kembali mengantar saya ke bawah dan menunjukkan pintu metal detector untuk pemeriksaan barang, dan saya pun sampai di wilayah Singapura.
Sampai di luar kantor imigrasi, saya menunggu bus yang akan membawa saya ke Queen Street. Cukup lama menunggu, hingga bus yang ditunggu-tunggu itu pun datang. Para penumpang memanjang dalam antriam menuju tempat yang sama.
Suasana Kota Singapura di Jumat pagi sangat mempesona. Perjalanan telah di mulai, bus siap mengantarkan kami ke pusat kota. Kiri kanan jalan tertata dengan apik. Pepohonan hijau mempercantik negera kecil ini. Di beberapa lokasi terdapat hutan kecil sebagai pemasok oksigen bagi paru-paru manusia. Tidak ada sampah berserakan di jalanan. Gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan kokoh menunjukkan keadidayaan negeri mereka.
Penumpang diturunkan di Queen Street dan saya pun bergegas ke luar. Saya bertanya dimana MRT terdekat pada orang yang saya temui di sana, dan ternyata tidak terlalu jauah dari bus stop tersebut. Sekitar 5 menit berjalan kaki saya sampai di Stasiun Bugis. Saya menuju pusat informasi, meminta brosur tentang rute MRT. Sekaligus menanyakan jika mau ke NTU bagaimana caranya. Mereka mengatakan saya harus ke Stasiun Pioneer, nanti setiba di sana ada bus menuju NTU.
Saya pun menuju mesin elektronik untuk membeli tiket. Pertama kali saya mengeluarkan dolar Singapura yang saya bawa dari Tanjong Malim. Untungnya saya banyak membawa pecahan 2 dollar, sehingga saya tidak perlu menukar uang kecil lagi. Cukup simpel dan mudah dipahami petunjuk pembelian tiketnya, dan saya pun bergegas menuju tempat menunggu MRT ke Stasiun Pioneer.
Cukup jauh ternyata, memakan waktu lebih kurang 1 jam baru sampai. Saya berusaha menikmati perjalanan, menghindari rasa bosan. Akhirnya tibalah di stasiun yang saya tuju. Saya menuju kaunter dan bertanya lagi, dimana bus yang bisa mengantar saya ke NTU. Petugas pun menunjukkan arah kepada saya cukup turun dan belok kanan, di sana banyak pilihan bus, tapi saya harus mengambil bus 199.
Saya tidak langsung ke tempat bus, melainkan mencari tempat untuk makan. Bekal yang saya bawa masih terjaga dengan baik. Akhirnya saya makan di beranda dekat stasiun itu. Sungguh nikmat menikmati goreng ikan dan petai di negeri orang.
Sembari makan saya melihat jam tangan dan ternyata hari telah menunjukkan jam 12 tengah hari. Sebentar lagi waktu shalat jumat di Singapura. Usai makan saya mengemasi barang-barang dan berjalan menuju hentian bus di bawah stasiun.
Saya bertanya tentang lokasi masjid terdekat pada seorang ibu berjilbab yang sedang berdiri menunggu bus umum. Beliau mengatakan cukup jauh dan menyarankan naik bus saja. Kebetulan beliau juga akan melewati arah masjid. Saya pun setuju dan kami sama-sama menunggu bus yang akan datang. (Bersambung...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar