Stories in Singapore (2) - Cerita si Buyung

Latest

Menghimpun Serpihan Perjalanan Seorang Pemuda Minangkabau

Rabu, 07 November 2018

Stories in Singapore (2)


Tidak lama kemudian bus yang kami tunggu merapat dan kami pun naik bersama penumpang yang lainnya. Sebelum itu saya bertanya kepada si ibu, berapa ongkos yang harus saya masukkan dalam kontak dekat sopir, si ibu menjawab untuk lebih amannya masukkan 2 dollar saja, karena sejauh apa pun tetap harga maksimal bus antar kota adalah 2 dollar. Saya pun duduk dengan tenang setelah memasukkan ongkos. Si ibu bercerita tentang anak-anaknya dan kondisi Singapura di waktu beliau kecil. Katanya di sini adalah hutan belukar, sekarang sudah dipadati bangunan dengan harga tanah yang melambung.

Saya pun menceritakan tujuan kedatangan saya ke sini setelah beliau tanya perihal itu. Beliau mendoakan perjalanan saya lancar dan sukses kegiatan yang akan dijalankan. Beliau mengatakan di depan sudah kelihatan tempat shalat jumat. Tampak orang pakai peci ramai menuju suatu bangunan. Saya pun minta izin turun pada si ibu.

Sampai di lokasi jumatan saya melihat ini bukan masjid, melainkan suatu gedung. Ada 2 lantai yang dipakai untuk shalat jumat. Ketika saya masuk khatib sudah berkhutbah. Lantai atas sudah penuh sesak, jadilah saya ke lantai bawah.

Usai shalat jumat saya ke halte seberang jalan untuk menunggu bus ke NTU. Workshop akan dimulai pukul 2.30 pm. Saya naik bus dan kembali memasukkan uang 2 dollar. Di bus kebanyakan mahasiswa dan saya bertanya ke salah seorang dari mereka dimana National Institute of Education. Dia menjawab akan memberi tahu saya jika sudah dekat dengan halte terdekat. Bus pun melaju dengan tenang di tengah keasrian Kota Singapura. Penumpang turun dan naik silih berganti di setiap halte. Tampak tulisan besar Nanyang Technological University di depan, pertanda bus telah memasuki kawasan kampus. Suasana hijau dan bangunan-bangunan yang unik sangat memukau, terutama ladang rumput yang terbentang di atas gedung. Sekilas saya berpikir bangunan ini mirip Universitas Andalas, satu bukit dijadikan kawasan kampus.

Tiba-tiba siswa yang berdiri di dekat saya mengatakan bahwa halte berikutnya adalah NIE. Saya pun bersiap untuk turun dan memastikan barang-barang saya tidak akan ada yang tertinggal. Bus berhenti dan penumpang pun banyak yang turun. Saya perhatikan beberapa di antara mereka mengobrol dengan bahasa Indonesia bersama temannya. Saya pun menghampiri mereka dan menyapa. Rupanya mereka rombongan yang datang dari Bandung, hadir untuk ikut konferensi juga. Kebetulan di dekat mereka ada salah seorang panitia, akhirnya kami bersama-sama di antar ke lokasi.

Kami sampai di lokak tempat diselenggarakannya workshop setelah menaiki tangga dan berjalan menyusuri taman-taman kampus. Panitia menyodorkan sensor barcode untuk registrasi. Jadi tidak perlu lagi tulis-tulis nama di kertas secara manual. Saya langsung masuk ruangan workshop karena sudah terlambat beberapa menit. Di depan seorang dosen telah mulai menjelaskan materi. Saya diberi copyan bahan agar bisa mengukuti materi seperti yang lainnya.

Sesi materi di ruangan saya tidak ramai, kira-kira hanya 10 orang saja. Panitia menyediakan beberapa ruangan dengan materi yang berbeda topik pembahasannya. Kita telah memilih topik yang diikuti sebelumnya melalui email yang dikirim panitia.

Selesai mengikuti workshop saya keluar menikmati coffee break dan membuka bekal lagi. Saya tidak mengambil nasi goreng yang disediakan panitia. Tiba-tiba ada 2 orang Cina, lelaki dan perempuan, duduk di depan saya. Kami membuka obrolan sembari makan. Ternyata mereka memang warga negara Cina, sedang kuliah S3 di sini. Saya tawarkan keripik balado yang dibuat Mak Nur semalam. Mereka menikmatinya dan minta tambah lagi. Saya senang ternyata masakan kita yang sederhana digemari orang asing juga.

Usai makan, saya berjalan-jalan keliling kampus sembari mencari toilet. Tiba-tiba Mas Azhari watsapp untuk mengajak jalan-jalan keliling Singapura sekaligus meletakkan barang di penginapan. Beliau adalah dosen di UPI Bandung, S1 nya di UPI tapi S2 dan S3 nya di ITB. Kami berkenalan tadi ketika turun dari bus menuju gedung NIE. Saya menyetujui rencana beliau dan setelah hajat saya selesai, saya menemui beliau yang telah menunggu di luar gedung.

Kami menunggu bus di halte kampus yang berjejer di setiap fakultas. Tidak lama kemudian bus tiba dan kami naik. Bus kali ini adalah bus warna hijau. Rupanya itu merupakan bus kampus dan kami tidak perlu membayar untuk sampai ke Stasiun Pioneer. Saya meminta Mas Azhari ke hostel saya dulu, saya mau check in sekaligus mau meletakkan barang yang saya bawa, dan beliau setuju.

Untuk menuju ke hostel tempat saya menginap, stasiun terdekat adalah Kallang. Jaraknya cukup jauh dari Pioneer, ibaratnya ujung ke ujung Singapura. Lebih kurang 1 jam setengah kami di MRT, barulah sampai di Kallang. Saya minta Mas Azhari membuka google map untuk menemukan Hostel Jayfor. Ternyata tidak terlalu jauh, lebih kurang 500 meter berjalan kaki dari stasiun kami pun sampai.

Saya menunjukkan bukti booking saya dari aplikasi internet sebelumnya kepada petugas resepsionis. Dia meminta saya juga menunjukkan passport. Setelah itu saya diminta membayar deposit 10 dollar Singapura. Uang tersebut akan dikembalikan ketika check out. Saya menginap untuk 2 malam.

Mas Azhari menunggu di lobi dan saya ke atas di antar petugas hostel. Saya di tempatkan di lantai 3. Saya lihat ada 6 tempat tidur di sini, dan bisa dipastikan 3 sudah terisi, terlihat dari tas atau barang di atas kasur. Tidak memakan waktu lama, saya meletakkan barang-barang yang sejak tadi saya bawa dari Perak hingga ke NTU, rasanya sungguh lega. Saya ke bawah dengan hanya membawa tas kecil saja.

Setiba di bawah, kami berdua langsung berjalan kaki menuju Stasiun Kallang. Kali ini tujuannya adalah tempat penginapan Mas Azhari, dekat Stasiun Bugis. Seperti biasa saya membeli kartu MRT, sementara Mas Azhari ternyata sudah beli paket internet sekaligus untuk transportasi publik selama satu minggu di Singapura. Jadi beliau tidak perlu repot-repot seperti yang saya lakukan.

Kami berhenti di Stasiun Bugis dan menyusuri jalan-jalan di sekitar di waktu isya. Ternyata ada masjid di sini, namanya Masjid Sultan. Kami sepakat akan menunaikan shalat Isya sekaligus jamak takhir maghrib di masjid ini setelah Mas Azhari check in. Tidak jauh dari masjid, penginapan tersebut kami temukan, kalau tidak salah namanya Jamilah Hostel.

Usai check in dan meletakkan barang di hostel tempat menginap Mas Azhari, kami berjalan kaki menuju masjid. Suasana malam cukup ramai, kafe-kafe penuh dengan pengunjung dan musik berdentum. Banyak sekali jalan-jalan kecil yang kadang membuat kami ragu mana jalan yang kami perlukan. Tapi akhirnya sampai juga di masjid.

Alhamdulillah, kesyukuran tiada terhingga jika bertemu masjid di negara orang. Ini kali pertama saya shalat di masjid Singapura. Setiba di masjid kami berdua langsung ke tempat mengambil wudhu untuk mensucikan hati dan pikiran seharian ini. Kami shalat berjamaah mengikuti seseorang yang sedang shalat sendirian. Setelah salam, kami berdua melanjutkan shalat jamak takhir maghrib. Suasana masjid sangat menyenangkan dan nyaman. Meskipun lepas isya, beberapa jamaah masih ada di masjid, ada yang baca quran, berzikir, dan melepas penat.

Kami mendiskusikan rencana kami malam ini. Sejak awal Mas Azhari mengajak saya untuk ke Marlion, patung singa, yang menjadi icon Singapura. Saya pun setuju karena belum pernah ke sana, sementara Mas Azhari sudah pernah. Beliau mengaku tahu jalan menuju ke sana.

Akhirnya kami meninggalkan masjid dan berjalan menuju stasiun MRT. Kami menaiki MRT dengan tujuan Raffles. Setiba di sana kami sama-sama bingung mau menuju ke mana. Mas Azhari tidak pasti jalannya mana dan sekarang malam hari. Di sisi lain kami takut tidak ada lagi MRT beroperasi jika lewat pukul 11 pm, untuk mengantar kami ke stasiun dekat penginapan. Kami hanya sebentar di stasiun itu, melihat kerlap kerlip lampu di kegelapan malam Singapura. Kami putuskan untuk ke penginapan masing-masing, karena besok pagi masih ada kegiatan di NTU.

Saya sampai di penginapan sekitar pukul 10 pm. Ada seorang yang masih bangun di kamar saya, sambil memainkan HP nya. Dia menyapa saya, dia bertanya, apakah saya orang Malaysia, saya jawab bahwa saya dari Indonesia. Saya tanya juga dia dari mana, dia datang dari Libanon, ke sini untuk urusan pekerjaan. Tidak lama kami berbincang dan saya pun pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum tidur. Setelah semuanya selesai saya menutup hari ini dengan doa dan penuh kesyukuran atas kemudahan yang Allah beri.

Sabtu, 20 Oktober 2018, saya bangun sebelum shalat subuh, sesuai dengan settingan alarm. Saya membuka perlengkapan mandi, saya memang berniat untuk mandi sebelum subuh karena kemarin tidak sempat mandi. Saya menuju kamar mandi yang disediakan oleh pihak penginapan. Meskipun murah, hostel ini cukup memuaskan menurut saya. Kamar mandi dilengkapi dengan adanya toilet duduk yang lengkap dengan airnya, karena di banyak tempat Singapura, beristinjak dengan air cukup susah. Untuk mandi pun kita ada pilihan air hangat, tentunya saya manfaatkan. Mandi di pagi hari sangat menyegarkan dan membuat otak kembali kuat untuk berpikir.

Usai mandi dan shalat saya mempersiapkan segala sesuatunya yang akan saya bawa ke NIE. Hari ini saya akan presentasi sub bagian dari thesis yang telah saya buat. Saya turun dari penginapan melintasi jalanan pagi Singapura menuju stasiun. Kesegaran angin berhembus di jalanan lengang, lampu-lampu jalan masih menyala, dan kedai makan Hijaz masih terbuka, karena memang 24 jam. Saya tidak sempat merasakan sarapan hostel pagi ini karena mereka akan buka pada pukul 7 am, sedang saya pukul 6 am sudah mau berangkat.

Setibanya di Stasiun Kallang, seperti biasa saya membeli tiket melalui mesin elektronik, dengan tujuan Stasiun Pioneer. Dalam MRT suasana pagi ini tidak terlalu ramai dan saya dapat duduk dengan tenang. Setelah lebih 1 jam di MRT saya sampai di stasiun tujuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar