Kemarin, 11 Oktober 2018 adalah hari bersejarah bagi saya. Saya membentangkan thesis di depan supervisor dan para penguji, yang di sini disebut dengan istilah "viva". Ruangan bertempat di Blok 7 aras 1 Fakulti Pembangunan Manusia, UPSI. Tanpa kehadiran seorang pun teman karena memang saya sengaja untuk tidak memberi tahu mereka.
Saya sebenarnya sudah submit untuk sidang thesis atau viva sejak awal Mei 2018, tapi karena lambatnya administrasi di kampus ini terpaksa saya harus menunggu 5 bulan. Terkadang saya merasa iri dengan kawan-kawan di UGM. Saya punya teman S2 Ilmu Hukum di UGM, hari ini dia submit, minggu depan dia sudah sidang thesis. Betapa cepat sekali dan jauh berbeda dengan yang saya rasakan di sini. Kelebihan di UPSI ini, ketika kita sudah submit untuk sidang thesis, maka iyuran kampus tidak dibebankan lagi, meskipun kita sidang thesis dan perbaikan memakan waktu yang lama.
Saya intake di Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) sejak September 2016 dengan mengambil jurusan Master of Pedagogy. Satu tahun saya lalui mengambil kelas penuh dan tahun berikutnya fokus pada penelitian thesis. Tidak terasa rasanya hari berlalu begitu cepat sehingga lebih dua tahun saya menetap di Malaysia tanpa pernah pulang kampung sekali pun. Jurusan saya ini tidak ada di Indonesia dan saya berkeyakinan bahwa ini cukup linear dengan jurusan S1 saya dulu di Universitas Negeri Padang, yaitu Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Beasiswa LPDP menjadi sponsor utama saya selama perkuliahan. Ada 3 orang penerima Beasiswa LPDP UPSI di angkatan saya dan kami merupakan angkatan terakhir. Karena setelah kami, UPSI tidak lagi masuk list kampus yang menjadi tujuan LPDP. Rekan saya yang 2 lagi adalah Adnan dan Mirdat. Adnan mengambil Program Magister konseling, sementara Mirdat mengambil program Magister Manajemen.
Dalam hal pembayaran iyuran kampus, pihak beasiswa membayar secara langsung kepada bendahara UPSI. Kami pelajar tidak dilibatkan dalam hal pembayaran apa pun, Alhamdulillah. Saya tahu informasi mengenai pembiayaan dari kawan-kawan yang kuliah dengan uang pribadi atau biaya sendiri dan ternyata kami yang berasal dari luar negeri membayar 3 kali lipat iyuran dibandingkan dengan pelajar-pelajar Malaysia itu sendiri.
Satu lagi perbedaan yang mencolok di UPSI ini, utamanya seluruh kampus di Malaysia, convocation atau wisuda diselenggerakan satu kali dalam satu tahun. Periode ini wisuda di UPSI jatuh pada tanggal 30 Oktober 2018. Dapat dipastikan bahwa saya tidak bisa mengikuti prosesi tersebut karena deadline terakhir untuk pendaftaran di akhir Agustus. Pihak kampus menjanjikan jika kami telah dinyatakan lulus viva dan selesai perbaikan, maka mereka akan memberikan transkrip nilai dan ijazah. Biasanya kedua itu bisa digunakan untuk melamar kerja atau menyambung ke jenjang S3. Saya tidak pasti apakah yang mereka berikan itu surat keterangan saja atau memang ijazah asli. Saya akan buktikan nantinya.
Apakah saya kuliah hanya mencari gelar Master of Education atau M.Ed? Tentu saja jawabannya tidak. Ada banyak hal yang saya peroleh selama perkuliahan yang bisa saya bawa pulang dan terapkan di Indonesia tercinta. Terutama dalam hal pembelajaran yang diterapkan di sini, memberi kesempatan yang luas kepada pelajar untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Juga tidak terlepas dari kelengkapan fasilitas yang diberikan.
Namun yang paling menjadi kesyukuran bagi saya adalah ketika saya bisa menyelesaikan semua ini tepat waktu. Karena bisa dibayangkan jika rentang perkuliahan saya bertambah dan dengan beban iyuran semester yang "menggigit", tentunya tidak akan mudah saya lalui. Target yang kita buat tidak selalu tepat sasaran, namun ada banyak hal yang dapat kita pelajari dalam setiap proses.
Menjadi seseorang bergelar M.Ed bukanlah untuk gaya-gayaan atau membanggakan diri. Melainkan itu semua berarti beban kita bertambah karena setiap kata, sikap, dan perangai kita akan dinilai orang sebagai cerminan kaum terdidik. Kita harus banyak merenung dengan capaian yang kita peroleh, sehingga kita sadar betul atas konsekuensi dari sikap hidup yang kita jalani.
Selama perkuliahan saya cukup banyak bergaul dengan rekan-rekan yang berasal dari negara lain, utamanya Afrika. Mereka bahkan lebih keras perjuangannya dalam pendidikan. Sebagian dari mereka datang ke Malaysia dengan biaya sendiri dan bisa lulus tepat waktu. Keterampilan bahasa Inggris akan meningkat jika kita sering menggunakannya dalam keseharian. Selain itu ada banyak hal yang saya pelajari terutama budaya mereka dan sikap mereka dalam bergaul.
Tentang Malaysia sangat unik menurut saya. Negara yang didiami oleh beragam suku bangsa dengan dinamika tersendiri di dalamnya. Bahkan di Tanjong Malim ini sangat banyak saya temukan masyarakat Indonesia dulunya, sekarang sudah menjadi warga negara Malaysia. Mereka sudah memiliki keturunan dan beranak pinak di sini, namun bahasa daerahnya masih kental.
Kegiatan organisasi juga menjadi prioritas utama saya ketika kuliah di sini. Tahun pertama saya di sini telah terlibat di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) UPSI. Selanjutnya saya juga berkecimpung di PPI Malaysia. Saya juga hadir pada Simposium PPI Dunia pada Juli 2018 yang diadakan di Russia. Bagi saya organisasi adalah jiwanya para penuntut ilmu, karena di situlah ilmu teori yang dipelajari bertransformasi menjadi ilmu terapan.
Agustus 2018 merupakan bulan terakhir beasiswa saya, karena sesuai perjanjian sudah 2 tahun LPDP membiayai. Sementara jadwal viva saya masih terkatung-katung. Saya memutuskan untuk mencari pekerjaan di sini. Mulai dari asisten peneliti, translator, bahkan berjualan di pekan Tanjong Malim saya lakoni. Selagi itu halal kenapa tidak? Kita tidak akan hina melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, bahkan menjadi pengalaman tersendiri untuk diceritakan di kemudian hari.
Kompilasi pengetahuan di bangku kuliah, pengalaman sehari-hari di tengah masyarakat sekitar, organisasi pelajar Indonesia, dan bekerja di Malaysia menjadi modal utama saya untuk pulang. Master of Education saya harapkan bukan sekedar gelar, tetapi itu merupakan lambang perjuangan dengan tetes keringat dan air mata. Masa-masa menunggu di balik pintu ruangan pembimbing tidak akan terlupa. Perut lapar di tengah hujan deras yang sembari menyelesaikan ketikan akan selalu terkenang.
Terlebih lagi, ada banyak malaikat yang diturunkan Allah untuk saya selama perkuliahan. Yaitu, orang-orang yang datang ketika saya ditimpa kesusahan dan musibah. Mereka yang memberi tanpa pamrih dan membantu dengan hati, namanya akan saya sebut ketika menengadahkan tangan di penghujung malam menjelang pagi.
Keterangan Foto: Amak dan kakak beliau ketika berkunjung ke kampus saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar